REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Baitut Tanwil Muhammadiyah (BTM) memberikan empat rekomendasi bagi Undang-Undang Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Rekomendasi ini dikeluarkan setelah melakukan kajian bersama dengan praktisi, akademisi, dan regulator.
Ketua Induk BTM Achmad Suud mengatakan, rekomendasi pertama yakni memanfaatkan dua regulasi yakni UU LKM dan UU Koperasi dalam mengembangkan BTM. Dengan demikian, ke depan ada dua jenis BTM yaitu LKMS BTM dan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) BTM. Hal ini akan memudahkan BTM melakukan sinergitas dalam program-program pemberdayaan UMKM.
Rekomendasi yang kedua yakni perlunya harmonisasi regulasi dalam pengembangan koperasi sekunder. Achmad menjelaskan, pada akhir 2015 Kementerian Koperasi dan UKM mengeluarkan regulasi tentang kelembagaan dan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah (KSPPS).
Dalam hal ini koperasi sekunder yang bergerak di bidang KSPPS hanya boleh didirikan oleh minimal tiga primer KSPPS. Menurut Achmad, melalui aturan tersebut akibatnya keberadaan koperasi sekunder menjadi tidak eksis dan hal ini sama dengan UU No 1 Tahun 2013.
Achmad mengatakan, BTM secara tersurat dimasukkan ke dalam regulasi tersebut. Tak hanya itu dengan diterbitkannya Peraturan OJK No 62 juga menjadi pembatas bagi BTM untuk berkembang dimana ada larangan LKM primer bergabung dengan sekunder.
"Padahal fungsi koperasi sekunder selama ini berperan sebagai pengendali likuiditas, supervisi atas manajemen primer, serta pengembangan sumber daya manusia dan sistem di koperasi primer," ujar Achmad dalam keterangan pers yang diterima Republika, Kamis (8/12).
Kemudian rekomendasi yang ketiga yakni dengan adanya harmonisasi regulasi, maka BTM berharap agar Kementerian Koperasi dan OJK bisa saling bersinergi. Achmad menjelaskan, sinergitas yang dimaksud yakni OJK mengakomodasi pembentukan koperasi sekunder pada primer koperasi LKM. Koperasi sekunder LKM ini hanya akan melayani koperasi primer sebagai anggota.
Sementara itu, rekomendasi yang keempat yakni BTM diharapkan dapat berperan sebagai solusi untuk meningkatkan literasi keuangan dimasyarakat dan juga memberikan pembiayaan dengan proses mudah. Hal ini sebagai implementasi teologi Al Ma'un yakni pemihakkan kepada kaum miskin, terlantar, tertindas, termarginalkan, dan yatim piatu yang jumlahnya cukup masif.
Achmad mengatakan, BTM mengakui bahwa tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia masih rendah. Berdasarkan data Bank Indonesia pada 2013 menunjukkan bahwa masyarakat yang berhubungan dengan bank masih rendah yakni sekitar 48 persen, dan terpusat di Pulau Jawa. Sementara, hanya 20 persen orang dewasa di Indonesia yang memiliki rekening di lembaga keuangan formal, dan hal ini lebih rendah ketimbang negara-negara lain di ASEAN.
"Alasan klasiknya bahwa mereka tidak memiliki kolateral, karena bank lebih familiar membiayai usaha berskala memengah dan besar, serta prosedur permohonan pembiayaan yang rigid," kata Achmad.