REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyatakan bahwa banyak negara iri terhadap perekonomian Indonesia yang terus menguat, di tengah krisis perekonomian dunia. Dengan pertumbuhan ekonomi 4,7 persen pada 2015, Bank Dunia mencatat kemampuan daya beli (purchasing power parity/PPP) termasuk delapan besar terbaik dunia, mengalahkan Inggris dan Prancis.
"Ini yang menyebabkan negara-negara lain iri kepada Indonesia. Negara kita punya sumber daya alam melimpah, dan saat ini Indonesia menjadi negara kepercayaan konsumen nomor tiga di dunia," ujar Gatot usai menjadi pembicara dalam Rapat Pimpinan Nasional X Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan di Jakarta, Senin (7/11).
Stabilnya situasi ekonomi di Tanah Air, menurut Panglima, berpotensi memunculkan ancaman dimana negara lain akan berlomba-lomba mengusik kesatuan dan persatuan bangsa untuk menghancurkan ekonomi dari dalam negeri. "Ke-bhineka tunggal ika-an kita yang digoyang karena itu cara bagi negara lain bisa masuk ke Indonesia seperti yang dilakukan di Libya, Iran, dan Suriah sekarang ini," kata dia. Berkaitan dengan potensi kerawanan tersebut, Panglima berharap ekonomi Indonesia bisa lebih diperkuat terutama dari sektor pajak.
Ia mengimbau seluruh pegawai pajak terutama kepala kantor pajak, eselon 2 dan eselon tiga, agar memahami situasi dan ancaman terhadap bangsa ini, juga bagaimana cara menyikapi kerawanan tersebut. "Saya berharap para pegawai pajak bisa bekerja lebih keras karena urat nadi kehidupan bangsa ini 72 persen di tangan (pegawai) pajak, sehingga kita bisa membangun lebih baik lagi," tutur Gatot.
Dirjen Pajak Ken Dwijugisteadi membenarkan pernyataan Panglima TNI bahwa Indonesia menjadi ancaman bagi negara lain, terlebih setelah penerapan amnesti pajak sejak Juli 2016. "Bayangkan saja dengan adanya amnesti pajak dolar Singapura dan dolar AS turun. Kalau ekonomi Indonesia kuat kan negara lain takut," ungkapnya.
Ken menegaskan dirinya akan terus berupaya meningkatkan peran sektor pajak dalam mendorong perekonomian nasional, dengan mengejar potensi pajak dari berbagai sektor. "Pokoknya yang merupakan objek pajak ya (harus) bayar lah. Kan ada subjeknya, objeknya, tarif dan tata cara pembayaran, maka harus diselesaikan," ujar dia.