Kamis 03 Nov 2016 01:21 WIB

Istana Negara Pernah tak Tercatat Sebagai Kekayaan Negara

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Budi Raharjo
Istana Negara
Foto: persidenri.go.id
Istana Negara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan mencatat total kekayaan negara per tahun ini sebesar Rp 5.285 triliun. Seluruh aset negara ini tersebar di seluruh Indonesia termasuk gedung-gedung perkantoran, tanah, atau kendaraan operasional dan aset lainnya yang tercatat.

Meski angkanya tercatat sebesar itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani meyakini nilainya di pasar bisa lebih tinggi dari yang tertera di buku kekayaan negara. Pernyataan Sri Mulyani ini disampaikan dalam Rapat Kerja Nasional DJKN, sekaligus menandai sepuluh tahun terbentuknya direktorat yang khusus menangani aset negara ini.

Sri menceritakan, sepuluh tahun lalu ketika ia menjabat sebagai Menteri Keuangan pada 2006, pemikiran untuk mendirikan DJKN muncul dari keprihatinan bahwa negara belum memiliki neraca keuangan yang kredibel. Siapa sangka sepuluh tahun lalu, Istana Negara yang menjadi pusat pemerintahan dan simbol pemimpin negeri ini belum tercatat sebagai kekayaan negara secara hukum.

Tak hanya itu, Jalan Raya Pos yang menghubungkan Anyer di Banten dan Panarukan di Jawa Timur pun belum masuk ke dalam buku kekayaan negara Indonesia. Sri menilai, hal ini menjadi satu keprihatinan terlebih Jalan Raya Pos memiliki arti penting bagi sejarah Indonesia di mana pembangunannya menelan ribuan korban jiwa masyarakat Indonesia yang dipaksa bekerja.

"Istana Negara nggak masuk ke buku. Asetnya kalau kita lihat titlenya belum ada. Jadi sekarang saya senang karena kita sudah mengusahakan banyak sekali properti yang dulu belum masuk neraca dan belum memiliki sertifikat," kata Sri di Kementerian Keuangan, Rabu (2/11).

Sri mengaku tak heran ketika di masa lalu ada saja kekayaan negara yang tiba-tiba berpindah tangan atau digunakan oleh pihak lain. Ia meminta agar oknum-oknum pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan agar dicopot apabila diketahui melakukan tindak kriminal dengan menjual aset negara.

Sri bahkan berencana melakukan valuasi ulang untuk seluruh aset dan kekayaan negara. Menurutnya, valuasi itu penting dilakukan agar neraca keuangan negara bisa kredibel. Namun permasalahan yang dihadapi kemudian adalah kebutuhan biaya yang tinggi untuk valuasi. Nantinya, pemerintah akan melakukan valausi dengan skema yang tak boros. N Sapto Andika Candra

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement