Kamis 27 Oct 2016 15:10 WIB

Sri Mulyani Sebut Defisit APBN 2017 Lebih Baik dari Tahun ini

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Menteri Keuangan Sri Mulyani berbicara saat konferensi pers terkait pengesahan asumsi makro dan postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 di kantor Kemenkeu, Jakarta, Kamis (27\10)
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Menteri Keuangan Sri Mulyani berbicara saat konferensi pers terkait pengesahan asumsi makro dan postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 di kantor Kemenkeu, Jakarta, Kamis (27\10)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengakui defisit anggaran dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 tidak terhindarkan tetapi dinilai masih lebih baik dibandingkan tahun ini. Kondisi ini tidak lepas dari tekanan eksternal berupa pelemahan ekonomi dunia dan masih rendahnya harga komoditas termasuk pertambangan dan perkebunan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai pengaruh tekanan eksternal lebih dominan dari kondisi dalam negeri yang menurutnya masih relatif stabil. Tahun depan, defisit anggaran dipatok di angka 2,41 persen dari total Produk Domestik Bruto atau setara dengan Rp 330,2 triliun.

Angka defisit anggaran sebesar itu didapat dari ketetapan dalam postur anggaran tahun depan berupa pendapatan negara ditetapkan sebesar Rp 1.750,3 triliun anggaran belanja negara ditetapkan sebesar Rp 2.080,5 triliun.

Sri mengungkapkan, defisit anggaran tahun depan masih lebih rendah dari proyeksi defisit anggaran hingga akhir tahun ini sebesar 2,7 persen dari PDB. Bahkan, menurut Sri, dilihat dari sisi penerimaan pajak defisit 2,41 persen masih lebih tinggi dari ketetapan defisit tahun lalu sebesar 2,35 persen dan masih lebih rendah dari 2015 lalu sebesar 2,58 persen.

Harapannya, penerimaan perpajakan tahun depan juga lebih baik dengan adanya basis data yang lebih luas dari program amnesti pajak. Targetnya, penerimaan perpajakan tahun depan lebih tinggi dari target tahun ini sebesar Rp 1.355 triliun.

Sementara ditinjau dari realisasi penerimaan nonmigas, pemerintah juga memasang target yang cukup tinggi dengan pertumbuhan hingga 15 persen. Di dalamnya sudah termasuk penerimaan perpajakan dari program amnesti pajak. Sri mengaku, target yang ia akui ambisius ini dipasang lantaran dalam kurun 3 tahun belakangan pertumbuhan realisasi penerimaan nonmigas selalu di bawah 10 persen.

"Kami taregt ambisius, karena kami ingin lihat realisasi amnesti pajak dan identifikasi sumber pajak baru terutama dari nonmigas yang cukup prospek," ujarnya di Jakarta, Kamis (27/10).

Selain amnesti pajak, penerimaan dari sumber pajak yang lain ditarget ambisius. "Keseluruhan penerimaan pajak juga cukup ambisius 13,5 persen kalau dilihat kenaikan 2 tahun lalu, target ini cukup ambisius. Jadi 2017 masih memberi target dari sisi penerimaan pajak dan bea cukai yang cukup ambisius," ujar dia.

Momentum amnesti pajak, kata dia, memberikan ruang lebih banyak bagi pemerintah untuk menambah penerimaan perpajakan dan terutama memperbaiki kepatuhan perpajakan. Tak hanya dari sisi perpajakan, pemerintah juga menyasar bea dan cukai untuk mengoptimalkan penerimaan dari pembatasan produk-produk yang tidak direkomendasikan di masyarakat seperti rokok dan minuman keras. "Selain bea dan cukai, juga optimatisasi penerimaan dari pajak," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement