REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kredit macet atau non-performing loan (NPL) sering kali menjadi permasalahan bagi lembaga keuangan dalam menyalurkan kredit untuk usaha. Bukan hanya lembaga keuangan perbankan, tapi lembaga keuangan bukan bank (LKBB) seperti Lembaga Pengelolaan Dana Bergulir (LPDB)
Direktur Utama LPDB Kemas Danial menuturkan, sejak 2008-2016 rata-rata kredit macet LPDB mencapai delapan persen. Meski demikian, sejak 2013, nilai kredit macet debitur LPDB mampu ditekan menjadi di bahwa satu persen. Hal ini tidak terlepas dari perubahan strategi yang dilakukan LPDB.
Sebelum 2013, LPDB hanya menggunakan fiduasi piutang dan personal guarantee sebagai jaminan. Namun, sejak 2013, Lembaga dibawah naungan Kementerian Koperasi dan UMKM ini menggunakan aset tetap sebagai jaminan kredit.
"Dengan fixed asset kalau ada kredit macet kita bisa langsung eksekusi. Sedangkan kalau personal guarantee itu tidak bisa secara langsung diproses. Makanya dulu NPL kita juga cukup tinggi," ujar Kemas dalam Temu Mitra Nasional 2016, Kamis (20/10).
Kemas menuturkan, pada 2016 memang nilai kredit macet kembali meningkat. Hingga September tercatat kredit macet LPDB mencapai 5,6 persen. Namun pemerintah telah mengintruksikan adanya penurunan ke angka lima persen.
"Ini ada selisih 0,6 persen. Kita usahakan agar akhir tahun ini NPL-nya bisa lima persen," ujar Kemas.
Meski nilai kredit macem masih tinggi, Kemas melihat perkembangan LPDB masih baik, can terbilang cukup sukses. Selama delapan tahun berjalan, sebanyak 903.230 pelaku UMKM telah diberdayakan melalui pendanaan LPDB.