Ahad 16 Oct 2016 17:11 WIB

Pertumbuhan Kredit Kuartal III 2016 Masih Lemah

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nur Aini
Kredit (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan
Kredit (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG BARAT -- Pertumbuhan kredit industri perbankan pada kuartal III 2016 dinilai masih lambat dibandingkan kuartal sebelumnya. Hal ini tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) permintaan kredit baru kuartal III 2016 sebesar 62,6 persen, lebih rendah dari 78,8 persen pada kuartal II 2016.

Berdasarkan hasil survei perbankan oleh Bank Indonesia (BI), perlambatan tersebut disebabkan oleh menurunnya permintaan pembiayaan, suku bunga kredit yang dianggap masih cukup tinggi, dan meningkatnya risiko pembiayaan. Perlambatan pertumbuhan permintaan kredit baru terjadi pada Kredit Konsumsi dan Kredit Modal Kerja, dengan penurunan SBT masing-masing dari 36,1 persen menjadi 9,4 persen dan dari 59,4 persen menjadi 54,5 persen.

Kepala Ekonom BCA, David Sumual menilai, pemerintah dan Bank Indonesia seharusnya melakukan konsolidasi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga menumbuhkan daya beli masyarakat.

"Fokus pemerintah dan BI adalah bagaimana mendorong permintaan dulu. Baru nanti soal likuiditas. Dengan cara peningkatan nilai tambah terhadap barang, dan perlu sumber pertumbuhan baru. Di mana menyerap tenaga kerja, bernilai tambah tinggi, dan meningkatkan ekspor,"ujar David saat ditemui pada Media Gathering BCA di Kabupaten Bandung Barat, Sabtu (15/10).

Selain itu, pemerintah harus lebih mengembangkan lagi infrastuktur teknologi di wilayah Timur agar industri e-commerce dapat tumbuh dan berkembang. Ia menjelaskan, meski didorong untuk mengambil kredit dengan suku bunga korporasi yang rendah, saat ini perusahaan lebih memilih untuk melakukan konsolidasi pajak sebelum melakukan ekspansi. Namun, setelah program pengampunan pajak (tax amnesty) diperkirakan permintaan kredit akan melonjak.

Di sisi lain, kata David, profitabilitas perbankan masih menguntungkan, khususnya untuk Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) III dan IV. Sedangkan bank BUKU I dan II mengalami pengetatan likuiditas dan rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) cenderung naik.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pertumbuhan kredit perbankan per Agustus 2016 tercatat sebesar 6,83 persen yoy atau turun dari pertumbuhan kredit pada Juli 2016 di level 7,74 persen. Rasio non-performing loan (NPL) tercatat sebesar 3,22 persen meningkat dibanding posisi Juli 2016 sebesar 3,18 persen, sedangkan NPF tercatat relatif stabil pada level 2,22 persen.

Sementara untuk kuartal IV 2016, bank sentral menilai bahwa pertumbuhan kredit baru akan lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Hal ini dikarenakan ekspektasi kondisi ekonomi yang lebih baik, tren penurunan suku bunga kredit, dan meningkatnya kondisi likuiditas menjadi beberapa faktor yang diperkirakan mendorong pertumbuhan kredit.

Rata-rata suku bunga Kredit Modal Kerja, Kredit Investasi dan Kredit Konsumsi pada kuartal IV 2016 diperkirakan akan turun masing-masing 13 bps, 8 bps, dan 2 bps. Secara keseluruhan pada 2016, BI memperkirakan pertumbuhan kredit akan tumbuh sebesar 9,2 persen (yoy), lebih rendah dari perkiraan pada survei kuartal sebelumnya yang sebesar 10,6 persen (yoy).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement