Selasa 04 Oct 2016 17:37 WIB

Empat Lembaga Negara Dapat Opini WTP BPK

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Badan Pemeriksa Keuangan
Foto: ANTARA/Andika Wahyu
Badan Pemeriksa Keuangan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan penghargaan terhadap empat lembaga yaitu Peruri, Bank Indonesia (BI), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga yang laporan keuangannya Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Opini ini merupakan tindak lanjut BPK atas pemeriksaan tujuan tertentu atas pengelolaan subsidi pada 11 objek di 9 BUMN dan 2 Perum. Selain Peruri, BI, LPS dan OJK, Penyelenggara ibadah haji dan badan pengelola dana abadi umat mendapatkan opini Wajar dengan Pengecualian (WDP).

"BPK mencatat ada 385 LHP dari 696 LHP yang memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Angka tersebut setara dengan 60 persen LHP yang diperiksa BPK pada semester I-2016," ujar Ketua BPK, Harry Azhar Azis di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (4/10).

Harry mengatakan namun opini tidak wajar diberikan kepada SKK Migas karena mengandung beberapa laporan yang dianggap tidak wajar. Hal ini menyebabkan adanya biaya cost recovery yang dibebankan kepada negara sebesar Rp 2,57 triliun.

Selain itu, BPK juga memberikan catatan kepada PT PLN (Persero) atas pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Penyertaan modal negara (PMN) yang diberikan kepada PT PLN (Persero) mengandung ketidakpastian karena ada beberapa kebijakan yang tidak diterapkan.

Dari hasil pemeriksaan tersebut, dapat disimpulkan berupa opini WTP atas 385 laporan keuangan atau 60 persen, tidak termasuk laporan keuangan BPK yang diperiksa oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang memperoleh opini WTP. Artinya, terdapat 40 persen laporan keuangan yang tidak memperoleh opini WTP.

Selain itu, BPK juga mengungkapkan 10.198 temuan yang memuat 15.568 permasalahan. Sebanyak 49 persen permasalahan adalah kelemahan sistem pengendalian intern dan 51 persen permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan senilai Rp 44,68 triliun.

Adapun permasalahan berdampak finansial tersebut terdiri atas 66 persen permasalahan yang mengakibatkan kerugian negara senilai Rp 1,92 triliun. Sementara itu, 9 persen permasalahan mengakibatkan potensi kerugian negara senilai Rp 1,67 triliun, dan 25 persen permasalahan mengakibatkan kekurangan penerimaan senilai Rp 27,03 triliun.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement