Senin 03 Oct 2016 06:30 WIB

Aturan LFR Direlaksasi, Bank Lebih Leluasa Ekspansi Kredit

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nidia Zuraya
Kredit (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan
Kredit (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perbankan mengajukan kepada Bank Indonesia (BI) agar melakukan relaksasi aturan rasio kredit yang diberikan kepada pihak ketiga atau Loan to Funding Ratio (LFR) dengan menambah pinjaman luar negeri ke dalam komponen perhitungan LFR. Dengan demikian, perbankan memiliki likuiditas yang cukup untuk menyalurkan kredit.

Selain itu, likuiditas yang terbatas dinilai akan mengakibatkan kompetisi perebutan dana pihak ketiga (DPK). Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN), Maryono menjelaskan, banyak bank yang memiliki dana di liabilitas lebih dari satu tahun, namun tidak dapat masuk ke komponen LFR.

"Makanya LFR jadi tinggi. Bila komponen tersebut masuk, LFR turun, sehingga ada ruang untuk ekspansi kredit," ujar Maryono pada Republika, Ahad (2/10).

Maryono mengungkapkan, dengan memasukkan pinjaman bilateral ke dalam komponen LFR, maka akan ada tambahan likuiditas dari luar untuk menyalurkan kredit. Penyaluran kredit, bisa meningkat 5 hingga 10 persen.

"Perkiraan sekitar 5 sampai 10 persen. Belum kalau perjalanan ada tambahan pinjaman dana lebih daru satu tahun," ungkapnya.

Saat ini yang termasuk dalam komponen LFR adalah Dana Pihak Ketiga (DPK) serta pendanaan konvensional seperti Medium Term Notes (MTN), Negotiable Certificate Deposit (NCD) dan obligasi. Padahal, sumber likuiditas perbankan tidak hanya dari itu saja, namun juga bisa dari pinjaman bilateral.

Sementara itu, Direktur Keuangan Bank Rakyat Indonesia (BRI) Haru Koesmahargyo mengakui, secara umum permodalan yang dimiliki perbankan di dalam negeri saat ini sangat terbatas.

Untuk itu, diperlukan relaksasi LFR dengan memasukkan pinjaman bilateral ke dalam komponen LFR. Dengan demikian, perbankan pun tidak perlu berebut DPK yang dilakukan dengan cara menaikkan suku bunga dana.

Untuk menghindari kondisi tersebut, BRI memilih mengambil dana melalui pasar modal. "Dengan upaya masuk ke pasar modal melalui penerbitan obligasi, mudah-mudahan bisa menambah untuk ekspansi sehingga tidak perlu menaikkan bunga," ujar Haru.

Selain itu, pihaknya juga berencana kembali menerbitkan obligasi sebesar Rp 7 triliun dari target rencana penawaran umum berkelanjutan hingga tahun depan sebesar Rp 20 triliun. Beberapa waktu lalu perseroan telah menerbitkan surat Utang jangka pendek (MTN) sebesar Rp 1,92 triliun dari target sebesar Rp 5 triliun hingga akhir tahun ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement