Kamis 25 Aug 2016 15:33 WIB

Menkominfo Sebut Persaingan Tarif Telepon tak Sehat

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Nur Aini
Operator telekomunikasi (Ilustrasi)
Foto: Reuters
Operator telekomunikasi (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menilai, perbedaan tarif percakapan telpon antara sesama jaringan operator (on-net) dan lintas operator (off-net) sudah tak sehat. Sehingga perlu diatur untuk menyehatkan industri telekomunikasi, sekaligus memberikan layanan yang lebih baik kepada masyarakat.

Ia menjelaskan, saat ini harga percakapan telpon sangat timpang antara panggilan telpon ke sesama operator dibandingkan panggilan telpon lintas operator.  "Ada yang menggratiskan ke sesama operator. Tapi ke luar, lain operator biayanya Rp 2.000 per menit. Jadi ini tidak sehat, rasionya bisa ribuan kali," kata Rudiantara, kepada wartawan, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (25/8).

Menurutnya, hal itu berdampak pada industri yang tidak efisien karena hanya mendorong masyarakat untuk berkutat pada percakapan sesama operator. Akibatnya, mempengaruhi perilaku masyarakat yang tidak efisien dengan memiliki lebih dari satu sim card dan satu telpon selular.

"Jadi masyarakat kalau mau telpon Simpati pakai kartu Simpati, kalau XL pakai XL, Indosat pakai Indosat, ini tidak sehat," ujarnya.

Rudiantara mengungkapkan, saat ini ada 350 juta sim card yang beredar di masyarakat. Sedangkan pelanggan riilnya hanya160-170 juta. Artinya, setiap pelanggan diperkirakan memiliki dua sim card bahkan lebih. Begitu juga dengan jumlah telepon selular yang lebih dari satu per orang. Sehingga, ini membuat industri telekomunikasi menjadi tidak efisien, karena biaya pemeliharaan yang begitu besar pada sim card. Padahal, bila sim card hanya satu setiap pelanggan, maka akan banyak melakukan penghematan.

Selain itu, perilaku masyarakat untuk memiliki lebih dari satu telepon seluler, juga membuat biaya percakapan mahal. "Ini kan tidak mendidik," tuturnya.

Rudiantara mejelaskan, perilaku masyarakat yang memiliki lebih dari satu handphone merugikan bagi perekonomian nasional, karena meningkatkan impor. Besarnya impor sektor telekomunikasi yang mencapai sekitar 50-60 juta handset menyumbang defisit perdagangan lima miliar dolar AS.

Oleh karena itu, bila bisa dipangkas 100 juta sim card, maka akan terjadi penghematan. Hal itu juga akan mengurangi nilai impor sektor telkomunikasi, sehingga defisit perdagangan juga dapat dipangkas dan mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah.

''Guna mendorong industri yang lebih sehat, maka selisih harga percakapan telpon lintas operator dengan ke sesama jaringan operator dipangkas. Dengan demikian, masyarakat cukup memiliki satu sim card maupun satu telpon seluler,'' kata dia.

Baca juga: Penurunan Tarif Interkoneksi Dinilai Untungkan Perusahaan Asing

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement