Selasa 02 Aug 2016 06:21 WIB

Di Balik Kebijakan Bank Sentral AS yang Kerap Mengguncang Dunia

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: M.Iqbal
 Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo (kiri) dan President Federal Reserve Bank of New York William C. Dudley (kanan)  dalam Pertemuan Gubernur Bank Sentral atau Executives' Meeting of East Asia Pacific Central Bank (EMEAP) ke-21 di Nusa Dua, Bali,
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo (kiri) dan President Federal Reserve Bank of New York William C. Dudley (kanan) dalam Pertemuan Gubernur Bank Sentral atau Executives' Meeting of East Asia Pacific Central Bank (EMEAP) ke-21 di Nusa Dua, Bali,

REPUBLIKA.CO.ID,NUSA DUA -- ‎Perekonomian dunia dalam beberapa waktu terakhir mengalami perlambatan ekonomi nan dalam. Perlambatan ini diproyeksi sejumlah kalangan masih akan terjadi dalam kurun waktu beberapa tahun ke depan.

Risiko perlambatan juga dikarenakan situasi politik sejumlah negara yang bisa berdampak bagi perekonomian global. Kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (the Fed) juga menjadi hal yang bisa memberikan dampak besar bagi banyak negara, khususnya negara berkembang (//emerging market//).

Sedikit perubahan kebijakan di Amerika akan mengubah alur kerja banyak negara lain. President of Federal Reserve Bank of New York sekaligus Vice Chairman of the Federal Open Market Committee William C. Dudley menjelaskan, ekonomi AS memainkan peran besar dalam perekonomian global. Bahkan ekonomi Negeri Paman Sam menjadi pangsa besar bagi dunia.

Lebih dari 60 persen dari aset cadangan bank sentral dalam bentuk dolar AS. Dengan sebagian besar perdagangan luar negeri menggunakan mata uang ini, maka apa yang terjadi dalam ekonomi AS, akan berimplikasi penting pada perekonomian global.

"Perkembangan di luar Amerika juga memengaruhi prospek ekonomi domestik melalui dampaknya pada perdagangan dan kondisi pasar keuangan. Kami akan mengambil perkembangan tersebut menjadi pertimbangan dalam kebijakan moneter pengambilan keputusan," kata Dudley dalam pertemuan Executives' Meeting of Asia Pacific Centrals Bank (EMEAP) Governor's Meeting 2106 di Nusa Dua, Bali, Senin (1/8).

Dudley menjelaskan, dalam banyak hal, hubungan internasional telah menjadi penting karena perdagangan global terus meningkat pesat selama beberapa dekade terakhir karena ekonomi dunia berkembang lebih maju. Apalagi interaksi perdagangan global lebih kompleks dengan rantai pasokan yang lebih luas dan rumit dari berbagai negara.

Geliat pasar keuangan di seluruh dunia juga menjadi lebih terintegrasi. Perkembangan di satu pasar saat ini tampak memiliki efek yang lebih besar di pasar lain. Salah satu contoh adalah pelonggaran moneter di Eropa dan Jepang telah berdampak pada penurunan pasar global.

Peristiwa keluarnya Inggris Raya dari Uni Eropa (Brexit) diprediksi akan memiliki dampak pada perdagangan global. Sebaliknya, apa yang dilakukan di AS akan memiliki dampak besar bagi negara berkembang.

Untuk itu, dalam pengambilan kebijakan perlu pertimbangan dalam mengeluarkan suatu kebijakan moneter. Menurut Dudley,beragamnya kebijakan ekonomi dan moneter di negara-negara besar sebenarnya bisa menimbulkan risiko tersendiri‎ dan memberi tantangan bagi otoritas di negara belahan timur dan barat.

Akhirnya, para pemangku kebijakan dipacu untuk menyusun kebijakan yang mendukung pertumbuhan dan memitigasi risiko, sekaligus mempertahankan stabilitas moneter dan keuangan. Dudley menjelaskan bahwa kebijakan moneter tidak bisa berjalan statis, namun harus mampu menyesuaikan dengan kondisi perekonomian.

Pertimbangan ekspansif mengenai perekonomian global menjadi salah satu jalan yang harus mendasari kebijakan perekonomian. Selain itu, komunikasi secara jelas dan konsisten bisa membuat The Fed mengambil rencana secara mendalam sekaligus merumuskan keadaan yang tidak terduga yang bisa menyebabkan revisi perkiraan pertumbuhan ekonomi.

Respons moneter

Dinamika perekonomian global membuat‎ negara-negara tak bisa membuat kebijakan sendiri untuk menjaga perekonomian domestik. Kebijakan moneter juga harus mempertimbangkan kebijakan dan dampaknya bagi negara lain.

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menuturkan, tantangan baru perekonomian dunia sekarang bukan hanya meningkatkan pertumbuhan di dalam negeri, tapi harus melahirkan juga kesejahteraan dari negara lain khususnya yang menunjang negara tersebut. Sebab, stabilitas pertumbuhan yang sama akan membuat perekonomian semakin terjaga.

Agus menjelaskan, terdapat tiga hal penting yang harus dicermati setiap negara dalam membuat kebijakan ekonomi, karena kebijakan tersebut akan berdampak bagi negara lain. Tantangan pertama, setiap negara selayaknya mengejar target pertumbuhan usai krisis ekonomi.

Persoalan selanjutnya, yaitu bagaimana sebuah negara mengeluarkan kebijakan moneter yang optimal di tengah perekonomian terbuka. Tantangan ini juga berasal bukan hanya dari dalam tapi dari kebijakan moneter yang berbeda dari setiap negara.

"‎Kita tahu meski ada perbaikan ekonomi dunia tetap ini hasilnya tidak begitu diharapkan. Jadi, komitmen negara di dunia harus selalu dijaga untuk melakukan kerja sama dan mengupayakan kondisi ekonomi kembali pulih," ujar Agus.

‎Agus menjelaskan, dalam menghadapi tantangan perekonomia global, BI telah melakukan sejumlah kebijakan seperti perubahan BI Rate menjadi BI 7-day Repo Rate. Hal ini dilakukan untuk sejumlah hal seperti meningkatkan sinyal kebijakan suku bunga acuan utama untuk suku bunga di pasar keuangan, memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter, serta mendukung pendalaman pasa keuangan terutama dalam mendorong transaksi dan mengembangkan struktur tarif antar bank.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement