Jumat 01 Jul 2016 20:03 WIB

200 Pekerja di Jakarta dan Tangerang Kena PHK Jelang Lebaran

Rep: C36/ Red: Nur Aini
phk (ilustrasi)
Foto: cbc.ca
phk (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), mencatat adanya 200 pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sebulan sebelum hari raya Idul Fitri. Ratusan pekerja tersebut diketahui bekerja di Jakarta, Kota Tangerang, dan Kabupaten Tangerang.

Sekjen OPSI, Timboel Siregar, mengatakan ratusan pekerja terdiri dari mereka yang sudah di-PHK dan pekerja yang sedang dalam proses PHK. "Ada indikasi perusahaan melakukan efisiensi tepat pada saat akan Hari Raya. Sebab para pekerja tersebut rata-rata sudah bekerja selama lebih dari tiga tahun," ujar Timboel kepada Republika.co.id di Jakarta, Jumat (1/7).

Berdasarkan data yang dihimpun OPSI, para pekerja berasal dari industri kecantikan, industri migas, dan pengolahan bahan tambang. Selain mengalami PHK, ada sebagian dari pekerja yang tidak mendapatkan uang tunjangan hari raya (THR).

Kondisi ini dinilai Timboel memprihatinkan sebab membuktikan penerapan Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR dan Permenaker Nomor 20 Tahun 2016 tentang sanksi pelanggaran THR yang masih sulit dipatuhi kalangan usaha. Menurut dia, sanksi administratif dan denda yang sistemnya dilimpahkan kepada pengawas justru memberi celah pelanggaran perusahaan.

"Karena wewenang memberi sanksi ada di pengawas, bukan Kemenaker, ada saja perusahaan yang mencoba tidak memenuhi tanggung jawab. Mereka diduga masih berpikir bahwa penerapan sanksi dapat diabaikan," tutur Timboel.

Selain itu, pihaknya juga mengkritisi masih lemahnya sistem pengawasan yang dianggap belum siap dengan pemberlakuan kedua Permenaker. Timboel berpendapat, pengawas saat ini belum proaktif dalam menerapkan kedua aturan baru.

Dia menyarankan pengawas tenaga kerja merujuk kepada referensi laporan perusahaan bermasalah sebelum melakukan pengawasan menjelang Hari Raya. "Sebaiknya, lihat data perusahaan bermasalah dan ukur potensi mengulangi pada tahun ini, setelah itu awasi. Jangan beralasan pengawas sedikit sementara perusahaan banyak. Jika ingin melindungi pekerja, sistem pengawasan harus dibuat efektif," ujar Timboel.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement