REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Rencana PT Pertamina (Persero) untuk mengakuisisi PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk atau PGN dengan skema holding energi, dinilai bisa memberikan dampak negatif bagi balance sheet alias neraca keuangan perusahaan berkode saham PGAS tersebut.
Analis Pasar Modal bidang Energi dari Samuel Sekuritas, Adrianus Bias mengungkapkan, dampak negatif tersebut karena saat ini Pertamina hanya memiliki peringkat utang Baa3. Peringkat utang tersebut merupakan level terendah layak investasi (investment grade) versi Moody’s, sedangkan peringkat utang PGAS ada di AAA (idn) atau kategori stabil.
"Memang relatively akuisisi ini memberikan negative impact, karena kondisi sekarang PGAS itu peringkat Nasional Jangka Panjang di ‘AAA(idn)’ dengan outlook adalah stabil. Kalau PGAS berada di bawah Pertamina, yang notabene Pertamina itu memiliki peringkat utang yang tidak baik, maka PGAS akan terkena impactnya," ungkap Adrianus Bias saat diwawancarai, di Jakarta, Selasa (22/6).
Sampai saat ini, menurut Adrianus, PGAS sangat mudah untuk mendapatkan dana dari pasar seperti berjualan obligasi. Ke depan, balance sheet PGAS akan terpengaruh kondisi keuangan mayoritas pemegang saham bila Pertamina sebagai induk perusahaan.
"Jualan bond (obligasi) PGAS nanti bisa susah kalau outlook utang majority shareholder buruk," katanya.
Adrianus menambahkan, sejauh ini PGAS selalu memberikan setoran dividen ke kas negara dengan baik dan dalam jumlah yang besar. Jikalau nanti PGAS tak lagi menjadi BUMN, maka tidak ada kewajiban setor ke negara.
"PGAS itu BUMN kedua nonbank yang bagi dividen besar ke pemerintah. Bagaimana ke depan, kalau dilihat dari makro ekonomi, negara akan kehilangan penerimaan yang lumayan dari proses akuisisi tersebut," katanya.
Sementara itu, Ekonom Dradjad Wibowo mengatakan, rencana pencaplokan PGAS oleh Pertamina harus diketahui DPR. Jangan sampai ada penolakan setelah rencana pemerintah tidak melalui meja DPR. Selain itu, proses akuisisi haruslah transparan agar publik yang memegang saham PGAS juga mengetahui secara gamblang.
"Sisi politiknya jangan diabaikan kalau diblokir di DPR bagaimana? Kemudian DPR melakukan penolakan dan kemudian dilakukan audit oleh BPK. Nah ini bisa jadi kasus berkepanjangan," tuturnya.
Sebelumnya, Kementerian BUMN berencana membentuk holding energi. Dalam Rancangan Peraturan Perundang-undangan (RPP) tentang holding tersebut, pemerintah melalui Kementerian BUMN akan menyerahkan saham Seri B sebesar 56,96 persen yang ada di PGN kepada PT Pertamina (Persero).