REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengkhawatirkan, kegagalan penyaluran dana-dana repatriasi dari kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak ke dalam aset produktif akan memicu naiknya inflasi dan kredit macet (Nonperforming Loan/NPL) di industri perbankan.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad mengatakan, pihaknya menyadari ada beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam menyikapi masuknya dana repatriasi dari kebijakan tax amnesty, antara lain seperti dampak lanjutan setelah masuknya dana-dana itu ke dalam sistem keuangan nasional.
"Sektor keuangan harus mampu menyalurkan kembali dana-dana yang besar tersebut dalam penyediaan pembiayaan pembangunan," kata Muliaman di Gedung DPR Jakarta, Senin (25/4).
Menurut Muliaman, kegagalan penyaluran dana repatriasi ke dalam aset produktif akan mengakibatkan peningkatan biaya dana. "Selain itu, likuiditas yang berlebihan di perbankan dikhawatirkan akan dapat mendorong naiknya tingkat inflasi dan juga penyaluran kredit yang kurang berhati-hati,"katanya.
Kendati begitu, OJK menyambut baik upaya pemerintah untuk memperbaiki ease of doing business dan program transformasi ekonomi. Sebab pada dasarnya, dana hasil repatriasi itu bisa memberikan dampak positif di sektor-sektor jasa keuangan dan diharapkan bisa masuk ke instrumen investasi jangka panjang. Masuknya dana-dana itu akan mendukung pendalaman pasar keuangan. Pendalaman pasar keuangan, kata Muliaman, perlu terus didorong.
"Kami tengah menyediakan infrastruktur pendukung dalam berbagai bentuk pengaturan dan pengawasan serta sosialisasi," ujarnya.
Dengan masuknya dana repatriasi ke pasar modal, kata Muliaman, maka ketahanan bursa dalam negeri akan semakin baik, seiring dengan peningkatan likuiditas porsi kepemilikan efek oleh investor lokal.
"Masuknya dana-dana itu di perbankan bisa menurunkan cost of fund, sehingga berpeluang menurunkan suku bunga kredit. Pemanfaatan dana repatriasi bisa mendorong percepatan inklusi keuangan melalui pembiayaan proyek-proyek start-up dan usaha mikro," kata Muliaman.
Untuk itu, pihaknya memahami upaya pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pembangunan infrastruktur yang memerlukan dana besar.
"Pemerintah memperkirakan banyak warga negara Indonesia yang menyimpan dana di luar negeri. Sehingga, melalui UU tax amnesty diharapkan dana-dana itu bisa kembali ke Indonesia dan bisa digunakan untuk menutup kebutuhan pembiayaan pembangunan dan mendorong peran swasta," katanya.
Baca juga: BI Perkirakan Tax Amnesty Tambah Penerimaan Negara Rp 45,7 Triliun