Jumat 22 Apr 2016 15:32 WIB

Kementerian PUPR Berniat Perbanyak Penggunaan Sarang Laba-Laba

Rep: budi raharjo/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Pekerja sedang mengerjakan pembangunan konstruksi Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu) di Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Ahad (11/1). (Republika/Tahta Aidilla)
Pekerja sedang mengerjakan pembangunan konstruksi Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu) di Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Ahad (11/1). (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemampuan konstruksi sarang laba-laba untuk pondasi bangunan dan jalan di tanah ekstrem atau rawan gempa mengundang perhatian Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Kementerian berniat memperbanyak penggunaan konstruksi Sarang Laba-laba untuk jalan-jalan di atas tanah ekstrem.

Kabar rencana itu disampaikan Guru Besar Teknik Sipil ITS Surabaya Herman Wahyudi. "Kami dari kalangan ahli konstruksi telah diundang kementerian PUPR dalam forum group discussion (FGD) untuk menyampaikan pendapat ilmiah mengenai konstruksi Sarang Laba-laba dalam berbagai aplikasi," ujar dia mengungkapkan saat dihubungi.

Herman Wahyudi bersama Helmy Darjanto, ahli sipil dari Universitas Narotama, Surabaya, diminta untuk menyampaikan pendapat ilmiahnya dalam FGD yang diselenggarakan Kementerian PUPR beberapa hari lalu. Acara itu juga dihadiri perwakilan sejumlah BUMN Karya dan kalangan ahli.

Dalam pertemuan itu, Herman mengatakan, Kementerian PUPR berencana memperbanyak penggunaan konstruksi yang patennya dipegang Katama, terutama pada tanah-tanah ekstrem seperti kondisinya lunak, berawa-rawa dan sebagainya. Konstruksi buatan anak bangsa ini sebelumnya telah teruji pada jalan di Bojonegoro, Jawa Timur, dan Dumai, Riau.

Herman mengatakan perlakuan konstruksi Sarang Laba-laba untuk jalan sama halnya dengan perkerasan beton (rigid pavement) lainnya. hanya saja, penggunaan sirip-sirip segitiga yang terhubung menyerupai sarang laba-laba pada bagian bawah membuat konstruksi ini lebih kaku.

Herman menjelaskan uji beban statis konstruksi ini di jalan jalur Pantura Bojonegoro memperlihatkan kemampuannya yang tangguh. Padahal kondisi tanah di kawasan tersebut dikenal ekspansif (mengembang saat hujan dan menyusut kala kering). Karena itu, ia merekomendasikan aplikasi Sarang Laba-laba untuk jalan harus satu paket dengan perbaikan tanah. 

Adapun Helmy mengatakan kalau karya anak bangsa seperti konstruksi Sosrobahu bisa diadopsi di Manila, Filipina, maka Sarang Laba-laba juga memiliki potensi yang sama. Tak hanya itu, demi pertimbangan karya dalam negeri, ia mengusulkan agar konstruksi ini difasilitasi utnuk pembangunan proyek-proyek jalan milik pemerintah. "Inovasi dan karya-karya bangsa sendiri harus ditonjolkan," kata dia menegaskan.

Helmy mengatakan penggunaan konstruksi Sarang Laba-laba sudah dikenal sejak lama terutama untuk bangunan bertingkat di daerah rawan gempa, seperti di Aceh dan Padang. Sayangnya, penggunaan konstruksi ini untuk jalan belum meluas. Padahal kalau melihat hasil penerapan konstruksi ini pada jalanan di Dumai dan Bojonegoro ternyata mampu memikul beban kendaraan berat di atasnya. Meskipun tanah di kedua daerah itu tergolong tidak stabil.

Helmy yang disertasi doktornya mengambil tema Sarang Laba-laba ini mengatakan konstruksi ini 80 persen lebih ekonomis dibandingkan konstruksi beton lainnya. Baik itu penggunaan tenaga kerja maupun material. Saat ini yang dibutuhkan adalah menggandeng mitra untuk pre-cast agar pelaksanaan di lapangan lebih cepat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement