Kamis 21 Apr 2016 10:16 WIB

Bank Mandiri akan Tambah Pinjaman Bilateral untuk Biayai Infrastruktur

Rep: C37/ Red: Nur Aini
Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirdjoatmodjo
Foto: Republika/Prayogi
Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirdjoatmodjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Mandiri (Persero) Tbk berencana menambah pinjaman bilateral (bilateral loan) di tahun ini. Tambahan pinjaman ini dimaksudkan untuk membiayai proyek infrastruktur pemerintah yang masih membutuhkan pendanaan.

Sebelumnya pada 2015, tiga bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) termasuk Bank Mandiri mendapat pinjaman bilateral dari China Development Bank (CDB) masing-masing 1 miliar dolar AS atau setara dengan sekitar Rp 13 triliun (dalam kurs Rp 13 ribu per dolar AS).

Direktur Utama Bank Mandiri, Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, pinjaman bilateral dari CDB itu sudah tersalurkan seluruhnya.

"Tergantung demand, yang kemarin sudah habis. Kita kalau demand untuk proyek infrastrukturnya ada yang dolar base, kita butuh lagi. Kalau bilateral yang nawarin sih banyak, kita cuma masalah term sama harga," ujar Tiko, sapaan akrabnya Kartika, di Plaza Mandiri Jakarta, Rabu (20/4).

Tiko menjelaskan, pinjaman ini dimaksudkan untuk jangka panjang, tujuh tahun ke atas. Pendanaan infrastuktur jangka panjang ini menurutnya banyak membutuhkan valuta asing (valas).

"Kalau yang bilateral maunya tujuh tahun keatas. Bonds idealnya lima tahun k eatas. Tapi tergantung marketnya. Karena kalau jual yang tujuh tahun, demandnya mungkin nggak terlalu besar. Jadi ada dua, trance lima sama tujuh," ujarny.

Bank Mandiri telah membiayai proyek infrastruktur pelabuhan dan bandara seperti Makassar new port, Kualatanjung, dan Terminal 3 Ultimate Bandara Soekarno Hatta.

Tiko menambahkan, pinjaman bilateral ini dimaksudkan untuk mengimbangi antara kebutuhan pembiayaan dengan rupiah dan dolar AS. Menurutnya, jika pakai asumsi Maret, kebutuhannya mencapai Rp 14 triliun.

"Prosesnya masih nunggu. Kalau pakai March figure kan bulan Juni-Juli udah siap. Total keduanya 1 billion US (dolar AS) sekitar Rp 13-14 triliun lah. Ini nggak fix, rebalancing aja dolar sama rupiahnya," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement