REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Perminyakan Indonesia (IPA) menilai audit untuk cost recovery yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas pembebanan cost recovery beberapa Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) masih belum final. Direktur Eksekutif IPA Marjolijn Wajong menilai, temuan BPK yang dipublikasikan pekan ini belum seharusnya diambil sebagai kesimpulan akhir. Alasannya, pemeriksaan BPK hanyalah satu proses yang di dalamnya masih banyak hal yang harus diklarifikasi termasuk temuan oleh auditor eksternal.
Marjolijn menyatakan, biasanya setelah temuan pertama kanada klarifikasi untuk izin data dan bisnis proses dan seperti apa bisnis rasionalnya.
"Sebenarnya dalam sistem bagi hasil sudah sangat ketat peraturan mengenai apa yang boleh di-cost recovery atau tidak. Dalam cost recovery setiap step harus komunikasi dan approval yang resmi untuk mengeluarkan biaya dan dalam proses pelaksanaan project selalu ada dialog," kata Marjolijn, akhir pekan ini.
Ia memberi contoh, dalam sistem penyusunan anggaran, permohanan izin pengeluaran, sampai proses tender selalu dikawal pemerintah. Oleh karenanya, ia yakin bahwa nyaris tak ada celah bagi KKKS untuk melakukan tindakan curang atas cost recovery.
"Kalau ada penggelembungan murni, sulit ya. Proses ini panjang dan biasanya proses ini belum selesai. Kalau nanti masih ada perbedaan dan belum sepakat ada sistemnya ini dikeluarkan dari cost recovery," ujarnya.
Direktur IPA Sammy Hamzah menambahkan bahwa sistem cost recovery bukan yang serupa dengan skema yang tertuang dalam industri lainnya. Alasannya, karena cost recovery di dalam migas adalah hubungan kontrak antara kontraktor dan pemerintah. Meski begitu, Sammy menyadari bahwa penilaian BPK tersebut melihat dari segi adanya kekurangan penerimaan negara. Sehingga, kata dia, harus ada kesepahaman antara KKKS dan BPK.
"Kalau ada perselisihan ini ada mekanismenya. Pengembalian biaya. Kita tahu di negara kita sangat abu-abu sekali. Hal-hal yang sifatnya keputusan usaha bisnis bisa masuk ranah pidana. Ini klarifikasi masalah ini akan menimbulkan kesulitan," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Aziz mengatakan, hasil pemeriksaan BPK atas perhitungan bagi hasil minyak dan gas pada SKK Migas menunjukkan adanya biaya-biaya yang tidak semestinya dibebankan dalam cost recovery pada 7 wilayah kerja Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) senilai Rp 4 triliun.
Hal tersebut, ia jelaskan masuk dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) beserta Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Semester II 2015. Namun ketika ditanyakan tujuh wilayah kerja migas dan KKKS mana saja, ia enggan menjawabnya.