REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- PT Pertamina (persero) menargetkan untuk mengurangi transaksi lindung nilai atau hedging. Alasannya, dengan harga minyak dunia yang rendah saat ini maka transaksi Pertamina melalui impor BBM bisa berkurang. Terlebih, dengan mulai berjalannya RFCC (residual fluid catalytic cracking) di Cilacap, bisa menekan angka impor premium. Beroperasinya kilang TPPI di Tuban juga bisa mengurangi jatah impor Pertamina.
VP Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro menyebutkan, beroperasinya kilang TPPI dan RFCC bisa mengurangi 30 persen impor yang sebelumnya sebesar 9 juta barel minyak per hari. Terkait pemanfaatan lindung nilai, Wianda menilai fasiltas tersebut sebetulnya sangat membantu perusahaan di saat harga minyak dunia masih tinggi dan fluktuasi dolar AS yang sulit diprediksi. Namun saat ini, dia mengatakan variabel ini dinilai stabil dan membuat Pertamina bisa mengurangi besarkan transaksi dalam dolar AS. Meski begitu, Wianda sendiri tidak menampik pentingnya fasilitas lindung nilai yang sempat diteken oleh Pertamina bersama 3 Bank BUMN sebesar 2,5 dolar AS pada pertengahan 2015 lalu.
"Dari awal nilai hedging bisa mitigasi risiko dengan fluktuasi dolar di pasar dan kita bisa kalkulasi lebih awal kebutuhan kita. Karena kita sudah tahu nilai impor kita bulanan berapa dan harian," kata Wianda, di Jakarta, Senin (28/3).
Wianda menyebutkan, program pemerintah untuk mewajibkan pemanfaatan 20 persen biodiesel otomatis juga menekan angka impor solar.
"Kita sih ingin pemakaian hedging turun dengan menurunnya impor ya sebenernya fasilitas ini kita pakai terlebih saat harga minyak dunia menyentuh 100 dolar AS per barel. Namun dengan sekarang kondisi 40 dolar AS pembelian, dolar AS juga tidak sebesar tahun lalu," kata Wianda.
Bank Indonesia (BI) mengungkapkan, transaksi lindung nilai di kalangan korporasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), menunjukkan peningkatan. Total volume transaksi lindung nilai (hedging) beli yang dilakukan BUMN pada tahun 2015 tercatat sebesar 1.848 juta dolar AS atau meningkat sebesar 237 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Hendar menjelaskan, sejumlah BUMN besar seperti Pertamina, PLN, Garuda Indonesia, Petrokimia Gresik, Semen Gresik, dan Semen Padang telah menandatangani master agreement dengan beberapa bank.
Baca juga: Transaksi Hedging BUMN Meningkat 237 Persen