REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Perpajakan Universitas Indonesia Gunadi mengatakan, pengampunan pajak bukan untuk mengampuni para koruptor. Tapi, bertujuan memberikan pengampunan kepada para wajib pajak yang selama ini tidak patuh dalam melaporkan dan membayar pajaknya.
"Pengampunan pajak tidak menghilangkan hukuman pidana seperti korupsi," kata Gunadi kepada Republika.co.id, Jumat (18/3).
Gunadi menjelaskan, aparat hukum tetap bisa melakukan penyelidikan dugaan korupsi kepada para wajib pajak yang mengikuti program pengampunan pajak. Hanya saja, para penegak hukum tidak bisa mengakses data-data seorang wajib pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak.
"Data wajib pajak sangat dirahasiakan Ditjen Pajak. Ditjen Pajak tidak bisa memberikan data itu kepada siapapun," ujarnya.
Menurut Gunadi, pengampunan pajak harus diterapkan. Tanpa pengampunan pajak, Direktorat Jenderal Pajak akan sulit menambah jumlah wajib pajak orang pribadi (WPOP), khususnya WPOP nonkaryawan.
Diungkapkan Gunadi, jumlah penerimaan pajak dari WPOP nonkaryawan di Indonesia masih sangat kecil. Padahal, potensinya sangat besar. Tahun lalu, jumlah peneriman WPOP nonkaryawan hanya sekitar Rp 5 triliun.
Jumlah penerimaan pajak WPOP nonkaryawan bahkan jauh lebih kecil dari WPOP karyawan yang mencapai Rp 95 triliun. "WPOP nonkaryawan itu kan contohnya pengusaha. Logikanya, uangnya pengusaha pasti lebih banyak dari para karyawan, tapi kok jumlah pajaknya lebih kecil," ucapnya.
Dengan adanya pengampunan pajak, kata dia, Ditjen Pajak akan memiliki data-data dari WPOP nonkaryawan seperti para pengusaha dan artis untuk kepentingan perpajakan kedepannya.