Senin 14 Mar 2016 16:06 WIB

'Kontribusi Biaya Kesehatan Terhadap Inflasi Relatif Besar'

Rep: C37/ Red: Nur Aini
Perawatan di Rumah Sakit. Ilustrasi.
Foto: Republika
Perawatan di Rumah Sakit. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Inflasi tahunan di bulan Februari mencapai angka 4,4 persen year on year (yoy) atau deflasi sebesar 0,09 persen month to month (mtm). Inflasi ini tidak hanya dipengaruhi oleh volatile food atau makanan, namun juga kesehatan yang menjadi penyumbang inflasi terbesar setelah makanan.

Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Destry Damayanti mengatakan, inflasi di Indonesia umumnya terkait masalah makanan.

“Artinya jika pemerintah bisa menjaga suplai makanan secara tepat dan bisa memperbaiki distribusi barang dengan baik, kita inflasinya rendah,”ungkap Destry saat Seminar Prudential: Ulasan Pasar 2015 dan Market Outlook 2016, di Hotel Shangri-La, Jakarta, Senin (14/3).

Menurutnya, jika bicara inflasi dari dari kapasitas ekonomi, Indonesia masih jauh. Hal itu dicerminkan dari inflasi inti di bulan Februari 2016 yang sebesar 3,6 persen. Selain makanan, sektor yang menyumbang inflasi yang besar adalah kesehatan, yang mencapai 5 persen.

Biaya kesehatan di Indonesia, kata Destry, termasuk mahal. Hal ini tercermin dari harga obat dan biaya rumah sakit. Dampaknya, pemerintah pun harus menaikkan premi BPJS Kesehatan.

“Kenyataannya biaya kesehatan di indonesia masih tinggi. Di premi itu sendiri kan kita bayar lebih mahal tapi untuk kesejahteraan masyarakat juga,”ujar mantan EKonom Bank Mandiri ini.

Oleh karena itu, salah satu solusi pemerintah dengan membuka Data Negatif Investment (DNI), membuka aturan impor terhadap obat-obatan. Menurunkan biaya impor obat-obatan dalam rangka mengendalikan inflasi secara total.

“Saya rasa memang kalau kita lihat kesehatan dengan penduduk income per kapita masyarakat makin bagus, kebutuhan kesehatan makin tinggi. Jadi ini peer pemerintah bagaimana menekan biaya kesehatan,”katanya.

Caranya, yaitu dengan meningkatkan kualitas rumah sakit di Indonesia, serta menambah rumah sakit dengan transfer knowledge dari tenaga medis asing.

"Itu bisa mentrigger untuk bisa meningkatkan pertama kualitas RS di indonesia, dan kedua menekan biaya karena suplai dari RS yang berkualitas makin tinggi. Tapi itu tidak bisa dalam waktu dekat, bisa dalam jangka menengah, paling tidak kita lihat setahun ini,"katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement