REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Kontrol terhadap harga bahan pangan di Indonesia hingga saat ini masih dikuasai oleh intermediaries atau perantara yang mempunyai modal besar, kata Ekonom Universitas Indonesia Rizal E Halim
"Baru-baru ini perhatian kita tertuju pada komoditas beras yang harganya bisa naik drastis kemudian turun drastis. Ini menjadi bukti bahwa kontrol harga di pasar dikuasai oleh para 'intermediaries' atau perantara yang mempunyai modal besar," katanya di Kampus UI Depok, Jumat (26/2).
Ia mengemukakan hal yang disebutnya sebagai hebat bahwa fenomena naiknya harga komoditas di tingkat konsumen tersebut terjadi setiap tahun sepanjang dua dekade terakhir. "Walupun harga naik tetapi kesejahteraan petani tidak membaik. Yang sejahtera adalah para intermediaries yang notabene para pemilik kapital," katanya.
Untuk itu ia berharap hal tersebut perlu menjadi perhatian pemerintah. Ia mengemukakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebenarnya bisa melakukan kontrol dengan baik, tetapi hanya pengalaman 10 tahun rasanya sulit untuk mereduksi praktik seperti itu karena konsep dan definisi yang digunakan KPPU sesuai amanat UU persaingan usaha sudah obsolete (usang) dan relatif ambigu.
"Ini masalah bagi ruang KPPU. Pertama KPPU harus pertegas definisi dan tindakan hukumnya bukan meminta kewenangan menyadap," ujarnya.
Selain itu, katanya, pada situasi pasar yang contestable, termasuk komoditas pangan, maka kontrol akan berada pada mekanisme pasar yang dinamis. Sementara itu, katanya, realitanya pada sejumlah komoditas pangan, termasuk beras, kontrol harga di tingkat konsumen dikuasai beberapa intermediaries dengan melakukan praktik-praktik tidak sehat atau spekulasi.