REPUBLIKA.CO.ID,BANGLI -- Indonesia dinilai memiliki banyak potensi wisata yang bisa dikembangkan. Namun, akhir-akhir ini pengembangan wisata dinilai masih fokus pada destinasi alam atau buatan. Sementara potensi kuliner daerah yang tidak kalah luar biasa masih diabaikan dan dianggap remeh.
Padahal ada daerah di Indonesia yang memiliki keterbatasan destinasi wisata. Namun di sisi lain, potensi kuliner di sana sangat banyak. Pakar Kuliner dan Pariwisata, Bondan Winarno menyayangkan hal tersebut.
"Di seluruh Indonesia yang selalu diremahkan adalah kuliner," katanya saat ditemui di Restoran Gong Dewata, Kintamani, Bangli, Selasa (26/1).
Ia menyontohkan Semarang. Menurut dia Ibu Kota Jawa Tengah itu memiliki destinasi wisata yang terbatas. Namun jika daftar kuliner di Semarang diberikan pada wisatawan untuk dicoba satu per satu, ia meyakini, tiga hari tiga malam pun wisatawan tidak akan selesai mencicipi makanan yang ada.
Kondisi ini pun semakin diperparah dengan kebiasaan sekolah tata boga Indonesia yang malah mengajarkan masakan asing, utamanya Prancis. Sementara masakan lokal sendiri tidak pernah dipelajari.
"Akhirnya disuruh bikin soto tidak bisa. Disuruh bikin pecel malah cemplak (tidak berasa). Berkali-kali saya disuruh mencicipi makanan Indonesia tidak ada benar," ujarnya. Padahal di Bali ada orang asing yang benar-benar pandai memasak masakan Indonesia.
Bondan mengemukakan, masakan Nusantara memiliki ciri khas yang berbeda di masing-masing tempat. Keberagaman kuliner ini menjadi potensi luar biasa yang bisa dikembangkan untuk mendukung sektor pariwisata.
Misalkan, antara masakan Bali dan Yogyakarta saja berbeda. Masakan Yogyakarta cenderung manis, sedangkan masakan Bali cenderung asin dengan bumbu rempah yang khas.
"Di Bali orang selalu masak pakai jahe, cekuh, dan pangle. Itu yang memberikan aroma berbeda. Jauh berbeda dari masakan Jawa. Coba lihat saja Mangut dan Betutu, kan jelas beda," tuturnya.