REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polemik Kereta Cepat Jakarta-Bandung terus bergulir. Pro-kontra akan kereta cepat ini menjadi bahan perbincangan masyarakat Indonesia. Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagyo membeberkan pengalaman dan pandangannya mengenai hal ini.
"Saya mulai terlibat kereta cepat sejak Maret, saya diundang Bappenas sambil ditunjukan hasil studi, saya bilang ini sih nggak mungkin," ujarnya dalam diskusi bertajuk "Dibalik Proyek Kereta Cepat" di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (23/1)
Ia menceritakan awal mula proyek ini ialah saat Presiden Jokowi berkunjung ke Cina dan diajak Presiden Xi Jinping menaiki kereta cepat, dan mengutarakan keinginannya untuk membangun hal tersebut di Indonesia.
"Pada da Maret atau April JICA (Japan International Cooperation Agency) diminta Bappenas menyerahkan dokumen dan diserahkan ke Menteri BUMN, dari situ Cina mulai masuk. Awalnya Jokowi waktu pulang dari Cina ingin bangun, namun Menhub bilang "Jangan Pak karena terlalu mahal dan kita tidak akan sanggup, jadi saya tidak setuju itu dibangun karena kita nggak punya uang," ungkapnya.
Pemilihan Cina sendiri lantaran Presiden Jokowi menginginkan kerja sama Bussiness to Bussiness bukan Government to Government. Ia melanjutkan, lantaran Menhub tidak menyanggupi maka Jokowi meminta BUMN untuk mengurusnya. Menteri BUMN pun menyatakan kesiapannya, dan menjanjikan hasil studi selesai dalam kurun waktu tiga bulan. Ia menduga banyak kemiripan yang terdapat dalam dokumen yang diajukan Cina dengan dokumen yang dibuat Jepang.
"Semua harusnya heran kok ada studi untuk infrastruktur sedemikian masif, dengan menggunakan dana cukup banyak, studinya hanya 3 bulan," katanya menambahkan.