REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Serikat Pedagang Pasar Indonesia Burhan Saidi mengatakan, pemerintah seharusnya dapat mengidentifikasi daerah yang surplus dengan hasil produksi bahan pokok. Selain itu, pemerintah juga harus dapat mengidentifikasi permasalahan yang selama ini dialami oleh petani maupun nelayan dalam berproduksi.
"Kita memang tak bisa mengharamkan impor, namun perhatian terhadap petani dan nelayan juga harus tetap diperhatikan sehingga pada akhirnya produksi bisa meningkat dan lambat laun impor akan turun," ujar Burhan kepada Republika, Selasa (29/12).
Burhan menjelaskan, salah satu yang menjadi kendala bagi petani dan nelayan yakni transportasi. Melalui identifikasi tersebut, pemerintah dapat memberikan bantuan kemudahan transportasi dan logistik sehingga harga bahan pokok yang sampai ke masyarakat bisa lebih murah.
Menurut Burhan, sistem transportasi yang tidak memadai membuat biaya produksi petani dan nelayan menjadi tinggi sehingga harga jualnya di pasar juga mahal. Hal ini banyak dimanfaatkan oleh para spekulan untuk membeli barang impor karena harganya lebih murah dan mudah terjangkau. Sedangkan, jika mengambil dari petani dan nelayan lokal harganya jauh lebih mahal karena biaya transportasi dan logistik yang mahal.
"Cobalah pemerintah mengidentifikasi kesulitan petani maupun nelayan, sehingga nantinya grafik impor bisa menurun dan produksi bahan pokok di dalam negri bisa meningkat," kata Burhan.
Selain itu, Burhan mengatakan, pemerintah harus mengembalikan fungsi Bulog sebagai pengatur stok kebutuhan bahan pokok. Seharusnya, Bulog tetap menjadi lembaga yang bertanggung jawab langsung di bawah presiden dan tidak berubah menjadi Perum. Dengan demikian, Bulog bisa diberikan peran besar untuk mengatur kebutuhan bahan pokok ketimbang hanya mencari keuntungan saja.