Kamis 24 Dec 2015 17:41 WIB

Stimulus Kebijakan Dorong Pemulihan Ekonomi Indonesia

Rep: Binti Sholikah/ Red: Winda Destiana Putri
Pembangunan ekonomi Indonesia
Foto: ANTARA
Pembangunan ekonomi Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Credit Suisse memperkirakan adanya pemulihan ekonomi Indonesia tahun 2016. Hal itu terutama didorong paket stimulus ekonomi yang diluncurkan baru-baru ini, serta lebih banyak kebijakan fiskal dan keuangan yang mendukung pertumbuhan.

PDB Indonesia diprediksi meningkat 5,2 persen pada 2016, lebih tinggi dari konsensus yang menyatakan peningkatan sebesar 4,9 persen.

Pasar Indonesia juga diharapkan membaik seiring pemulihan ekonomi tahun depan. Selain itu, Credit Suisse memproyeksikan Index Harga Saham Gabungan (IHSG) mencapai level 5.300 pada akhir 2016, meningkat hampir 20 persen dari level saat ini.

Menurunnya permintaan komoditas, investasi asing yang stagnan serta konsumsi domestik yang melambat telah menyebabkan perlambatan pertumbuhan PDB dari prediksi sebelumnya menjadi 4,6 persen pada 2015, sehingga nilai IHSG pun menurun sebesar lebih dari 16 persen year to date (ytd).

Head of Equity Research Credit Suisse untuk Indonesia, Jahanzeb Naseer, optimistis pasar Indonesia di tahun 2016 akan memutarbalikkan tren laba per saham yang terjadi selama empat tahun terakhir ini.

Dia menyebutkan, selama lima tahun terakhir tidak ada peningkatan laba yang signifikan di seluruh Asia, khususnya Indonesia. Terakhir kali laba mengalami peningkatan di tahun 2011. Pasar saham sulit untuk memberikan kinerja yang stabil ketika pendapatan sedang di revisi turun.

Menurutnya, proyeksi laba memasuki tahun 2016 merupakan yang terkecil sepanjang lima tahun terakhir. Perkiraan laba kurun waktu 12 bulan selama 2015 mengalami penurunan sebesar 18 persen dan merupakan lonjakan paling tajam sejak krisis finansial global. Ekspekstasi pertumbuhan untuk 2016 kini berada di 11 persen.

"Kami optimistis angka konsensus tersebut sangat rendah karena bahkan pada masa pemulihan ekonomi yang perlahan pun, laba bisa tumbuh setidaknya 15-20 persen, berdasarkan tren yang terlihat selama tiga periode terakhir. Kita dapat melihat potensi peningkatan laba segera setelah tanda-tanda pemulihan semakin jelas, sehingga turut mendorong kinerja pasar modal," jelas Naseer dalam laporan Analisa Pemulihan Ekonomi Indonesia 2016 awal pekan ini.

Naseer menjelaskan, ada beberapa tanda awal perbaikan konsumsi dan belanja modal setelah pemerintah meluncurkan tujuh paket stimulus ekonomi September lalu.

Pemerintah juga mulai bergerak untuk melakukan reformasi struktural seperti memotong jalur birokrasi serta peraturan yang tidak konsisten, serta membuat perumusan upah minimum yang lebih terprediksi.

Aspek dari paket stimulus ekonomi yang paling berdampak terhadap siklus pertumbuhan terkait bagaimana paket tersebut memberi ruang gerak bagi kebijakan keuangan serta sistem pembayaran yang lebih baik untuk pengeluaran fiskal. Untuk proyeksi pertumbuhan 6-12 bulan ke depan, Credit Suisse berpendapat adanya beberapa faktor pendorong daya beli.

Pemotongan tarif diesel dan listrik bagi pelanggan kalangan industri, serta penyaluran beras murah, akan sangat membantu dalam mendorong pertumbuhan PDB.

"Langkah-langkah ini bisa menunjang permintaan domestik dan menurunkan inflasi sehingga Bank Indonesia bisa mempermudah sikap moneter mereka," ucap Naseer.

Credit Suisse memperkirakan pembelanjaan fiskal akan mendorong peningkatan PDB sebesar 20 bps, menyusul meningkatnya pengeluaran pembelanjaan modal. Angka itu dibandingkan dengan penurunan 200 bps dalam GDP tahun ini dibandingkan 2014.

Credit Suisse juga memperkirakan, Bank Indonesia akan menurunkan suku bunga sebesar 75 bps, dengan mengutamakan inflasi yang diprediksi menurun dengan rata-rata di bawah 5 persen pada tahun depan.

"Penurunan suku bunga penting untuk mendorong konsumsi, karena 50 persen GDP Indonesia masih didorong oleh konsumsi," ungkapnya.

Analisa tersebut juga menunjukkan, Pemerintah Indonesia sedang dalam proses mengajukan skema yang mengizinkan kekayaan yang belum dideklarasikan dimasukkan ke dalam sistem (revaluasi aset) dengan penalti 3-6 persen, tergatung waktu pelaporan.

Skema tersebut dapat meningkatkan penerimaan pajak secara signifikan, dan berdampak pada belanja pemerintah serta nilai aset. Kementerian Keuangan optimistis skema pengampunan pajak dapat menambah penerimaan dari sektor pajak hingga Rp 40 triliun, yang berarti asset yang dideklarasikan bernilai Rp 1.300 triliun, dengan asumsi 3 persen presentase pajak.

Credit Suisse optimistis tambahan penerimaan yang dipompa ke dalam ekonomi akan memiliki dampak yang lebih kuat karena harus diinvestasikan kembali ke berbagai tempat, dan salah satu opsinya di pasar saham.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement