REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Hendar mengatakan, ada tiga hal yang patut menjadi bahan perhatian terkait perekonomian domestik.
"Pertama, masih belum cukup solidnya perbaikan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III 2015 tumbuh 4,73 persen lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,67 persen," ujarnya dalam Seminar Penguatan Kerja Sama Antardaerah untuk Mendorong Kemajuan Perekonomian Priangan Timur, di Kantor Perwakilan BI Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (7/12).
Peningkatan pertumbuhan, kata dia, bisa didorong oleh konsumsi dan investasi pemerintah, serta konsumsi rumah tangga. Sementara ekspor masih mengalami kontraksi sejalan masih rendahnya harga komoditas dan lemahnya permintaan ekspor dari negara mitra dagang utama seperti Amerika Serikat, Cina dan Singapura.
"Jika melihat dari aspek spasial, kami melihat perbaikan ekonomi baru terlihat di Jawa," ucapnya.
Belum cukup solidnya perbaikan ekonomi nasional, tambah Hendar, juga terlihat pada tingkat pengangguran terbuka yang meningkat dari 5,9 persen pada Agustus 2014 menjadi 6,2 persen pada Agustus 2015. Kenaikan tingkat pengangguran terjadi akibat menurunnya elasitisas penyerapan tenaga kerja terutama di sektor pertanian, sektor industri dan sektor jasa.
Selain itu, masih lemahnya perbaikan ekonomi menyebabkan berkurangnya penerimaan pajak sehingga defisit APBN 2015 diperkirakan meningkat menjadi 2,7 persen dari PDB. "Kedua, kendati inflasi 2015 diprakirakan berada dalam batas bawah rentang sasaran inflasi 4±1 persen, namun tantangan pengendalian inflasi pada tahun mendatang tidaklah ringan dan perlu dimitigasi sejak dini," ungkap dia.
Ketiga, menurut Hendar, masih rendahnya daya saing industri dan ekspor nasional dibandingkan negara-negara tetangga. "Dalam 10 tahun terakhir, pangsa sektor industri dalam PDB cenderung menurun akibat struktur ekspor yang kembali bergeser ke komoditas SDA dan terbatasnya insentif pendorong transformasi industri," katanya menambahkan.
Hendar melanjutkan, pangsa ekspor produk industri nasional terhadap total ekspor menurun dari 57 persen menjadi 43,7 persen. Kurangnya daya saing ekspor dan industri nasional sejalan dengan belum mendukungnya fasilitas perdagangan dan sistem logistik dibandingkan negara tetangga yang telah terlebih dahulu melakukan reformasi ekonomi.
Baca juga: ADB Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia