REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) menyarankan pemerintah mau mengkaji ulang kebijakan pemberian subsidi energi yang telah ditetapkan dalam APBN 2016. Pengkajian ulang ini diperlukan supaya pemberian subsidi benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Direktur Kebijakan Inovasi Industri MITI Edi Hilmawan mengatakan, pemerintah bisa mencontoh Cina dan Jepang yang memberikan subsidi energi, terutama listrik, khusus untuk sektor hulu, yakni industri dan usaha-usaha rakyat lainnya yang produktif.
"Hal ini dilakukan untuk mendorong perekonomian. Jika perekonomian berkembang pesat, pendapatan dan daya beli masyarakat pasti akan meningkat,” kata Edi melalui siaran pers, Selasa (17/11).
Edi menambahkan, ada juga negara yang memberikan subsidi kepada masyarakat secara langsung melalui hitungan rumah tangga, bukan pada industri. “Meski bukan sektor produktif, namun beberapa negara seperti Jerman memberlakukan peraturan ini,” ungkapnya.
Pemerintah, kata dia, perlu melakukan kajian komprehensif mengenai dampak terhadap masyarakat dan pertumbuhan ekonomi untuk menentukan mazhab yang digunakan pada kebijakan subsidi.
Pemberian subsidi menurut Edi, sebaiknya berkaca pada Pasal 33 UUD 1945 ayat (2), yaitu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Sedangkan ayat (3) di pasal tersebut menyatakan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
"Jadi selama bertujuan memakmurkan masyarakat, subsidi jangan hanya dibatasi untuk golongan yang tidak mampu. Subsidi dapat diberikan kepada sektor-sektor produksi yang berdampak pada kemakmuran masyarakat," kata Edi.
Meski begitu, Edi juga meminta masyarakat untuk memahami bahwa energi di Indonesia mulai tidak murah. Hal ini tentunya akan membebani anggaran.
Namun menurutnya, perlu dipertimbangkan pula bahwa subsidi diperlukan untuk memicu pertumbuhan ekonomi dan membantu daya beli masyarakat khususnya golongan menengah ke bawah.
Selain subsidi, pemerintah juga disarankan melakukan efisiensi secara internal untuk kebutuhan listrik masyarakat. Hal itu misalnya melakukan efisiensi secara internal agar biaya pokok produksi PLN bisa lebih rendah.
Menurut catatan MITI, pemerintah telah menganggarkan Rp 201,4 triliun untuk subsidi pada 2016. Subsidi dialokasikan untuk subsidi energi sebesar Rp 121 triliun dan subsidi nonenergi sebesar Rp 80,4 triliun. Angka ini turun lima persen dari anggaran total subsidi 2015 yang mencapai Rp 212,104 triliun. Pemangkasan subsidi dilakukan pemerintah pada subsidi energi sebesar Rp 16,824 triliun, sedangkan subsidi nonenergi naik sebesar Rp 6,12 triliun.
Khusus subsidi listrik, pelanggan yang disubsidi ditetapkan sebanyak 24,7 juta rumah tangga, berkurang dari jumlah yang disubsidi di 2015 sebanyak 45 juta rumah tangga. Anggaran subsidi listrik yang tahun ini sebesar Rp 66,15 triliun, di 2016 dipangkas menjadi Rp 38,39 triliun. Dari jumlah subsidi listrik 2016, sebanyak Rp 29,39 triliun akan diberikan untuk pelanggan rumah tangga, Rp 2,2 triliun untuk pelanggan industri, dan Rp 1,16 triliun sisanya untuk 15 golongan pelanggan listrik lain.
Pemerintah memiliki kesempatan mengubah segala kebijakan anggaran melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016 yang akan dilakukan pada awal tahun depan.