REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nama Mochamad Iriawan masuk dalam jajaran petinggi PT Pertamina (Persero). Sosok yang akrab disapa Iwan Bule itu kini menjabat sebagai Komisaris Utama (Komut) Pertamina.
Awak media menanyakan ke Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, perihal keputusan tersebut. Erick menerangkan kehadiran Komut baru ini bagian dari upaya meningkatkan pengawasan terhadap kebocoran penyaluran subsidi energi.
"Kemarin Pak Bahlil sudah panggil juga kan, bagaimana kompensasi subsidi itu harus benar-benar dihitung ulang tepat sasaran atau tidak. Jadi di Pertamina itu ada Pak Muhammad Iriawan, ada Pak Condro, ya kita harapkan dari perwakilan ini bisa memperkuat lagi (langkah solutif) keborosan-keborosan yang selama ini terjadi ya," kata sosok yang juga menjabat sebagai Ketua Umum PSSI itu di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/11/2024) lalu.
Sosok yang kedua yang disinggung Erick yakni Condro Kirono. Dalam kepengurusan terbaru ia bertugas sebagai Komisaris Independen. Intinya, Menteri BUMN berharap masuknya figur seperi Iwan Bule dan Condoro lebih membuat berbagai program Pertamina menjadi terealisasi dengan baik.
Ada pengawasan optimal dan pencarian langkah solutif. Seperti disinggung sebelumnya, salah satunya tentang subsidi energi. Penyaluran subsidi bahan bakar minyak dan Liquefied Petroleum Gas (LPG) berada di wilayah Pertamina.
Selama ini, terjadi kebocoran. Ada salah sasaran di lapangan. Akibatnya subsidi dan kompensasi juga digunakan oleh penerima yang tidak berhak.
"Tapi bukan keborosan karena korupsi, karena memang tadi datanya harus terus disinkronisasikan. Masalah kita memang kan data selama ini," ujar Erick.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan di tahun 2024 ini pemerintah menggelontorkan subsidi dan kompensasi mencapai Rp 435 triliun, termasuk untuk BBM, LPG, dan listrik. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp 83 triliun merupakan subsidi LPG.
Dari total subdisi yang dikeluarkan pemerintah ini belum tepat sasaran. Menurut Bahlil, penggunaan subsidi tak tepat sasaran itu mencapai 20 persen-30 persen.
"Dan itu gede, angkanya itu kurang lebih Rp 100 triliun. Kalian kan nggak ingin kan subsidi itu yang harusnya untuk orang miskin, orang saudara-saudara kita yang belum ekonominya bagus, kemudian diterima oleh saudara-saudara kita yang ekonominya bagus," ujar Bahlil dalam konferensi pers di Jakarta, akhir pekan lalu.
Saat ini, berbagai terobosan sedang dikaji. Khusus LPG, Kementerian ESDM dan berbagai stakeholder terkait akan mengusulkan ke Presiden agar skemanya masih seperti sekarang. Tidak ada perubahan. Sementara untuk BBM dan listrik bisa berupa bantuan langsung tunai, ada juga yang menyasar ke produknya dalam kriteria tertentu.