Selasa 03 Nov 2015 17:39 WIB

Perbankan Mulai Optimistis Salurkan Kredit Sektor Maritim

Rep: Binti Sholikah/ Red: Nur Aini
  Pekerja mempersiapkan ikan di Pasar Ikan Muara Baru, Jakarta, Jumat (30/10).   (Antara/Wahyu Putro)
Pekerja mempersiapkan ikan di Pasar Ikan Muara Baru, Jakarta, Jumat (30/10). (Antara/Wahyu Putro)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perbankan semakin optimistis dalam menyalurkan kredit di sektor kelautan dan perikanan melalui program Jangkau, Sinergi, dan Guideline (Jaring). Sebelumnya, sektor kelautan dan perikanan dihindari bank karena risiko kredit bermasalah (NPL) cukup tinggi.

Direktur Bisnis BRI Mohammad Irfan mengatakan, BRI menjadi salah satu bank pendukung program JARING. Sampai September 2015, BRI telah menyalurkan kredit melalui program JARING senilai Rp 2,9 triliun, yang Rp 2,3 triliun di antaranya merupakan kredit kelas mikro. Jumlah nasabah kredit tersebut mencapai 110 ribu. Sehingga, rata-rata penyaluran kredit per nasabah sebesar Rp 26 juta.

Menurutnya, sektor kelautan dan perikanan tidak hanya bicara segmen mikro. BRI ingin masuk ke pembiayaan yang besar, karena stok ikan semakin banyak tapi belum tergarap. 

"Bicara sektor perikanan bukan hanya potensi, tapi juga infrastruktur pendukung yang harus siap, seperti bahan bakar minyak, dan lainnya. Sehingga potensi bisa tergarap optimal, ada industri pendukung yang hidup, sehingga menarik bagi industri keuangan perbankan untuk membiayai sektor ini," jelasnya dalam konferensi pers FGD Program Jaring di Hotel Borobudur Jakarta, Selasa (3/11).

Menurutnya, dengan adanya komitmen stakeholder dalam program Jaring, keinginan memajukan sektor kelautan dan perikanan bisa menjadi kenyataan.

Irfan menambahkan, kriteria nasabah yang bisa mendapatkan kredit program Jaring, yakni nasabah yang bebas dari daftar hitam (orang yang pernah pinjam kemudian nunggak). Kredit tersebut bukan modal usaha melainkan tambahan modal usaha, artinya calon nasabah sudah jalan usahanya. Bank bisa memberikan kredit dalam bentuk kredit modal kerja atau kredit investasi sesuai kebutuhan. 

"Yang penting usahanya layak dulu, agar dia bisa penuhi kewajiban angsur kreditnya. Kalau belum bankable ada skim kredit yang bisa digunakan untuk membiayai nelayan ini, misalnya KUR," ungkapnya.

Terkait prospek ke depan, Irfan optimistis pertumbuhan penyaluran kredit sektor kelautan dan perikanan akan tetap meningkat. Jika tahun ini bisa tumbuh 12 persen, tahun depan ditargetkan tumbuh mencapai 15 persen. "Kita harus yakin potensinya semakin banyak yang belum tergarap. Kalau komitmen penyediaan BBM dan infrastruktur semakin banyak, orang semakin mudah. Sehingga akses perbankan masuk ke sana semakin besar," katanya.

Direktur Konsumer dan Ritel BNI, Darmadi Sutanto, menyatakan komitmen mendukung program Jaring. Namun, infrastruktur masing-masing bank beda. BNI dengan infrastruktur yang ada seperti jaringan, SDM, dan lainnya agak lambat dalam penyaluran kredit sektor tersebut. 

"Apa yang kita lakukan di sektor ini, kita biayai nelayan pendukungnya dan industrinya, lebih kuat menengah ke atas, untuk galangan, cold storage, kapal, dan lain-lain," jelasnya. 

Untuk menghindari risiko-risiko kredit, lanjutnya, BNI melakukan kemitraan, misalnya kelompok atau koperasi maupun komunitas. Seperti yang dilakukan BNI di Tegal, pembiayaan diberikan kepada nelayan, pengusaha angkutan, pengrajin, pemindangan ikan asin, dan lain-lain. 

Komunitas tersebut dikawal sehingga tidak ada yang macet. BNI juga bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk melihat kelompok nelayan dan koperasi yang jumlahnya besar. Sehingga risiko kredit bisa dikendalikan.

"Intinya upaya kita sudah ke sana, kita tetap berusaha walaupun BNI baru 36 persen," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement