Kamis 29 Oct 2015 18:35 WIB
Usaha Rakyat

Menenun Kain Bandar Khas Kediri, Rumit Tapi Unik

Rep: Andrian Saputra/ Red: Nur Aini
Tenun ikat khas Kediri
Foto: www.kediripedia.com
Tenun ikat khas Kediri

REPUBLIKA.CO.ID, Jari jemarinya begitu lihai memintal kain tenun. Satu persatu, benang katung ditata rapi menggunakan alat tenun tradisional yang terbuat dari kayu dan sudah disusun sedemikian rupa. Saat tangan kirinya menarik benang katun, kaki kirinya pun selaras menginjak kokang agar ratusan benang sutra mengunci rapat. Usai itu untuk merapikan dan meratakan benang, dua tangannya menarik kayu pengunci. Hal itu terus dilakukan berulang-ulang. 

Begitulah sekilas proses terakhir dari pembuatan kain tenun Bandar khas Kediri, Jawa Timur yang diperlihatkan Indah Wulandari (35 tahun) di stan kain tenun Bandar Kediri saat pembukaan Indonesian Sharia Economic Festival (ISEF) 2015 yang berlangsung di Empire Palace Kamis (29/10) siang. 

“Kuncinya membuat kain tenun butuh kesabaran, karena proses desain itu paling sulit dilakukan apalagi bagi pemula,” tutur Indah sambil terus menyelesaikan proses pembuatan kain tenun dengan motif jinten warna hijau. 

Setengah tahun lebih, ibu satu anak asal Desa Bandar Kidul Kecamatan Mojoroto Kediri itu menggeluti profesinya sebagai perajin kain tenun. Bermula saat temannya, Siti Rukoyah mengajaknya bergabung sebagai pekerja lepas di bisnis Usaha Kecil Menengah (UKM) kain tenun Bandar. Indah terus mengasah kemampuannya. 

Sejatinya Indah pun sudah tak asing lagi dengan proses pembuatan kain tenun Bandar. Sebab semasa kecil, orang tuanya juga merupakan perajin kain tenun Bandar. Seiring bertambah kemahirannya memintal dan membuat motif, dia dipercaya untuk menjadi pembimbing bagi orang-orang yang ingin belajar membuat kain tenun. 

Bukan orang lain, murid pertamanya pun suami dan putri kesayangannya sendiri. Biasanya usai suaminya pulang kerja dari pabrik dan putrinya pulang sekolah, Indah pun baru mulai mengajari cara membuat kain. Saat ini suami dan anaknya pun sudah mahir memintal dan mendesain kain. 

Indah pun menjelaskan proses pembuatan kain Bandar. Setidaknya ada empat belas tahapan untuk menghasilkan sepotong kain tenun. Mulai dari pencucian benang, pemintalan benang, menata benang, desain atau pemberian motif, pengikatan, pencelupan, colet atau pemberian warna kombinasi, pelepasan talig/uncek, mengurai benang, pemintalan benang pada Palet, proses tenun. 

Indah mengungkapkan proses desain menjadi paling sulit dilakukan bagi pemula. Rata-rata bagi yang baru belajar bisa menghabiskan waktu hingga empat sampai enam hari untuk menyelesaikan sepotong kain.

“Kemudian kalau benang basah, sedang kita ada order cepat itu juga susah, karena benang nanti tidak rapat,” ungkapnya.

Bagi Indah, menjadi pengrajin kain tenun sangat membanggakan. Sebab ia merasa ikut menjaga dan melestarikan salah satu tradisi dan budaya Indonesia. Khususnya tradisi tenun kain Bandar yang sudah melekat dan menjadi warisan turun temurun di Desa Bandar. Terlebih melalui profesinya itu mampu mendatangkan pundi-pundi rupiah dan mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Untuk sepotong kain Bandar dengan panjang 2,5 meter yang sudah selesai, Indah mendapat imbalan sebesar Rp 30 ribu. “Sehari kami sekeluarga bisa selesaikan tiga sampai empat potong kain,” katanya. Jika rata-rata dia mampu membuat dua kain tenun per harinya maka dalam sebulan Indah pun mendapat imbalan hingga Rp 1,8 juta.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement