REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mengeluarkan paket kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah, Rabu, (30/9). Paket kebijakan lanjutan ini difokuskan pada tiga pilar, yaitu menjaga stabilisasi nilai tukar rupiah, memperkuat pengelolaan likuiditas rupiah, serta memperkuat pengelolaan panawaran dan permintaan valuta asing (valas).
Kehadiran Bank Indonesia di pasar valas domestik dalam melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah diperkuat dengan intervensi di pasar forward. "Pasar valas kita itu situasinya saat ini lebih banyak demand daripada suplainya. Dolarnya bukan tidak ada, tapi dolarnya tidak dikonversi, sehingga perlu ditambah suplai dolar yang mau dikonversi," ujar Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara, di Gedung BI, Jakarta, Rabu, (30/9).
Maka, tak hanya melakukan intervensi di pasar spot, BI pun akan mengintervesni di pasar forward. Demi menyeimbangkan penawaran dan permintaan di pasar forward. Menjaga keseimbangan pasar forward dinilai semakin penting dalam mengurangi tekanan di pasar spot.
Selanjutnya, pengendalian likuiditas rupiah diperkuat dengan menerbitkan Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) tiga bulan dan reverse repo SBN dengan tenor dua minggu. Penerbitan instrumen operasi pasar terbuka (OPT) pun bertujuan mendorong penyerapan likuiditas sehingga bergeser ke instrumen bertenor lebih panjang.
"Pergeseran likuiditas ke tenor yang lebih panjang diharapkan dapat mengurangi risiko penggunaan likuiditas rupiah berlebihan pada kegiatan yang dapat meningkatkan tekanan terhadap nilai tukar rupiah," jelas Mirza.
Kemudian, untuk mengelola penawaran dan permintaan terhadap valas, BI memperkuat dengan berbagai kebijakan. Hal ini agar penawaran meningkat, namun permintaan terhadap valas terkendali.
Sinergi Kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah melalui paket kebijakan September jilid II ini diharapkan bisa memperkuat stabilitas makroekonomi dan struktur perekonomian Indonesia. Hal itu termasuk sektor keuangan, sehingga semakin berdaya tahan.