Rabu 23 Sep 2015 06:43 WIB

Komisi XI: Belum Ada indikator yang Mampu Kuatkan Rupiah

Rep: Qommaria Rostanti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Pedagang membawa spanduk bertuliskan Save Rupiah di Pasar Gede, Solo, Jawa Tengah, Kamis (12/3).  (Antara/Yusuf Nugroho)
Foto: Antara/Yusuf Nugroho
Pedagang membawa spanduk bertuliskan Save Rupiah di Pasar Gede, Solo, Jawa Tengah, Kamis (12/3). (Antara/Yusuf Nugroho)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diprediksi masih akan terus mengalami tekanan. Pasalnya hingga kini tidak ada satu indikator pun yang bisa meyakinkan pasar bahwa rupiah dapat menguat dalam waktu dekat.

"Kemungkinan rupiah masih akan terus bergerak melemah secara bertahap apabila pemerintah tidak mampu membangun kepercayaan dan percaya diri pasar," ujar anggota komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Willgo Zainar kepada Republika.co.id, Selasa (22/9).

Presiden RI Joko Widodo sempat mengatakan bahwa pelemahan rupiah disebabkan oleh faktor global dan banyaknya impor yang dilakukan Indonesia. Namun menurut Wilgo, faktor global adalah salah satu faktor yang tentunya tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang rapuh juga menjadi penyebabnya.

Ketergantungan pada barang impor semakin besar karena pemerintah belum mampu memenuhi kebutuhan domistik secara mandiri. "Keberpihakan pada petani, peternak, nelayan dan industri lokal belum tampak nyata untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri," ucapnya.

Apabila Indonesia bisa mengusai dan mengelola sumber daya alam, sumber daya pertanian dan energi dengan baik, maka otomatis ketergantungn pada impor dan asing semkin kecil. "Apapun kondisi ekonomi global dan kurs dolar AS, kalau kita sudah berdaulat secara pangan dan energi maka faktor eksternal tidak banyak pengaruhnya pada rupiah. Tidak seperti kondisi Indonesia saat ini," kata Wilgo.

Hingga kini pasar nampaknya belum memberi respon positif terhadap paket kebijakan ekonomi yang diluncurkan pemerintah beberapa waktu lalu. Ini terbukti dari dolar AS yang bukannya turun, malah sebaliknya cenderung lebih perkasa lagi.

"Semua kebijakan adalah baik dan luhur, tetapi pada tatanan implementasinya sering tidak liner. Ini yang menjadi keraguan pasar juga," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement