Selasa 22 Sep 2015 07:03 WIB

Pemerintah Revisi Pertumbuhan Ekonomi 2016 Hanya 5,3 Persen

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di Komplesk parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (8/9).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di Komplesk parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (8/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengusulkan perubahan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2016 menjadi 5,3 persen atau mengalami revisi dari asumsi dalam RAPBN yang ditetapkan 5,5 persen.

"Kalau boleh kami mengusulkan pertumbuhan pada tahun 2016 sebesar 5,3 persen. Ini lebih rendah daripada yang kami ajukan dalam nota keuangan sebesar 5,5 persen," kata Menkeu dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI membahas asumsi dasar RAPBN 2016 di Jakarta, Senin (21/9) malam.

Menkeu mengatakan bahwa revisi asumsi tersebut lebih realistis dalam menyikapi perkembangan ekonomi global saat ini hingga tahun depan, tanpa meninggalkan optimisme serta kemungkinan adanya perbaikan situasi di negara maju maupun negara berkembang.

Optimisme tersebut, kata dia, bisa terlihat dari proyeksi perekonomian global yang diperkirakan lebih baik daripada kondisi dua tahun terakhir. Namun, Indonesia harus mewaspadai potensi penurunan pertumbuhan ekonomi di Tiongkok pada tahun 2016.

"Cina diproyeksikan mengalami perlambatan tahun depan hanya 6,3 persen dari (prediksi sebelumnya) 6,8 persen. Karena ekonomi kita dekat dengan Tiongkok, terutama ekspor dan impor, kita harus waspada terhadap 'sign' kurang bagus tersebut," ujarnya.

Menurut Menkeu, meskipun mengalami revisi turun, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 masih didukung oleh belanja pemerintah yang dialokasikan dalam RAPBN lebih tinggi daripada tahun-tahun sebelumnya dan investasi sebagai hasil dari kebijakan paket deregulasi.

"Konsumsi (rumah tangga) tahun depan hanya 5 persen, atau sama dengan tahun ini, bahkan sedikit melemah. Akan tetapi, belanja pemerintah bisa menolong. Sementara itu, upaya deregulasi dan memotong perizinan bisa membantu investasi dalam menjadi sumber pertumbuhan," katanya.

Untuk asumsi makro lainnya, seperti inflasi dan SPN 3 bulan, pemerintah tidak mengajukan perubahan, yaitu masih 4,7 persen dan 5,5 persen, karena upaya untuk menjaga inflasi volatile food akan terus dilakukan dan angka SPN masih lebih tinggi daripada asumsi inflasi.

Namun, untuk asumsi nilai tukar rupiah yang berada pada kisaran Rp13.400 per dolar AS, Menkeu menyerahkan sepenuhnya pada angka perkiraan Bank Indonesia, yang tahun depan memproyeksikan rupiah pada kisaran Rp13.700,00--Rp13.900,00 per dolar AS.

"Kami menginginkan ada penghitungan yang realistis karena kurs ini akan berpengaruh pada penerimaan migas dan pembayaran bunga utang. Kalau asumsi pertumbuhan tidak berpengaruh ke postur, nilai tukar pasti berdampak ke postur (anggaran)," katanya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement