REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Petinggi IMF dijadwalkan bakal menemui Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (1/9) petang. Menurut anggota Komisi XI DPR RI Johnny Platte menegaskan, pertemuan Presiden dengan IMF tak ada hubungannya dengan perlemahan rupiah.
Soal nilai tukar rupiah, menurut Ketua DPP Partai Nasional Demokrat ini, Bank Indonesia (BI) tak bisa diintervensi pemerintah, apalagi IMF. Kunjungan IMF menurut dia hanya sebatas pertemuan biasa.
"Christine Lagarde datang ke Jakarta untuk mengikuti konferensi yang dilakukan oleh BI sebagai anggota dari IMF," ucap Johnny Platte di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (1/9).
Dia menekankan, sekalipun IMF datang menawarkan utang baru, pemerintah wajib menolaknya. Sebab, tegas dia, cadangan devisa Indonesia masih aman, yakni sebanyak 107,6 miliar dolar AS.
Sementara soal likuiditas, Indonesia menurutnya masih punya pola second line of defense untuk pembiayaan transaksi perdagangan bilateral dengan banyak negara. Misalnya, Cina, Korea Selatan, Australia, dan Jepang.
"Jadi kita tidak sama sekali (atau) belum membutuhkan bantuan-bantuan pembiayaan, termasuk dari IMF," kata dia.
Pembicaraan IMF dengan Presiden hanya terkait posisi ekonomi Indonesia dalam rangka ekonomi global. Khususnya, Indonesia sebagai anggota G-20.
Johnny juga menampik IMF akan kembali mengupayakan liberalisasi ekonomi Indonesia. Dia mengklaim, IMF datang hari ini tanpa membawa embel-embel kepentingan kapitalis Barat.
"Ini beda dengan yang dulu-dulu, kalau dianggap ada pesan-pesan sponsor dari kepentingan-kepentingan negara asing," tukas dia.
Selasa petang, Presiden Jokowi dijadwalkan bertemu dengan delegasi Dana Moneter Internasional (IMF) di Istana Merdeka, Jakarta. Delegasi ini dipimpin Managing Director IMF Christine Lagarde. Adapun Presiden akan didampingi Gubernur Bank Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Sekretaris Negara, dan Menteri Keuangan.