REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Ibu Kota terendah nomor dua. Banyak daerah yang penyerapan anggarannya masih belum optimal. Padahal, belanja modal tersebut bertujuan membangun perekonomian dan masyarakat.
Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Reydonnyzar Moenek mengatakan, realisasi APBD sampai Juli 2015 di kisaran 36,74 persen. Sedangkan APBD provinsi di level 39,2 persen.
PJ Gubernur Sumatera Barat itu melanjutkan, Sumatera Barat telah terserap 48 persen. Sedangkan realisasi APBD Kabupaten atau Kota 24,29 persen.
Menurut Reydonnyzar, Kalimantan Tengah merupakan provinsi dengan belanja tertinggi, yakni 56 persen. Sedangkan, yang terendah Kalimantan Utara 18,6 persen. Ibu Kota atau DKI Jakarta malah nomor dua terendah, yakni 19,2 persen.
Dia enggan mengutarakan alasan belanja DKI terendah kedua. "Tanya ke Gubernur Ahok saja," kata dia, Istana Bogor, Senin (24/8).
Reydonnyzar mengatakan, realisasi belanja APBD kuartal kedua ini relatif lebih tinggi daripada kuartal dua tiga tahun belakangan.
Dia menuturkan, penyerapan APBD sejak 2009 sampai dengan 2014 rata-rata 89 persen. Namun, pada 2014 turun menjadi 83 persen.
Reydonnyzar mengingatkan, penyerapan jangan semakin rendah. Pasalnya, berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Belanja modal tersebut bertujuan untuk memberikan lapangan kerja dan efek berantai.
Dia mengatakan, apabila pembangunan infrastruktur tidak dibangun karena takut terjadi penyelewengan anggaran pelayanan publik menjadi tidak optimal.
Reydonnyzar menuturkan, lima daerah dengan belanja terendah, yaitu Kalimantan Utara, DKI Jakarta, Papua 21,7 persen, Jawa Barat 25,5 persen, dan Riau 25,5 persen.
Dia mengatakan, Riau masuk ke daerah penyerapan terendah karena efek psikologis tiga gubernurnya bermasalah dengan hukum. Hal itu membuat mereka merasa khawatir saat akan menerapkan kebijakan.