REPUBLIKA.CO.ID,TOKYO -- Perekonomian Jepang dilaporkan menyusut pada kuartal kedua tahun ini, menandai kemunduran bagi kebijakan reformasi pemerintah, Senin (17/8). Data resmi menunjukkan, ekonomi Jepang menyusut pada kecepatan tahunan 1,6% di kuartal ini, menyusul ekspansi revisi 4,5% pada kuartal pertama.
Antara April dan Juni, pertumbuhan ekonomi menurun 0,4% dibandingkan dengan tiga bulan pertama tahun ini. Faktor terbesar kondisi itu adalah berkurangnya ekspor dan belanja konsumen yang lamban.
"Menyusutnya GDP disebabkan ekspor yang lemah ke Cina dan Amerika Serikat, serta belanja konsumen yang menurun sebagai akibat dari cuaca buruk," tutur Menteri Ekonomi Jepang Akira Amari dilansir dari BBC, Senin (17/8).
Pertumbuhan ekonomi yang mengecewakan diikuti ekspor dan output pabrik yang lesu, meningkatkan keraguan tentang prospek hingga akhir tahun. Pada bulan Juli, Dana Moneter Internasional telah memperingatkan Tokyo untuk tidak terlalu menggantungkan pemulihan jangka panjang pada yen yang lemah.
Para pengamat menganggap, kondisi itu semestinya membuat Perdana Menteri Shinzo Abe mengubah program reformasi moneter dan stimulus fiskalnya untuk mendorong pertumbuhan. Upaya reformasi di Tokyo, dijuluki Abenomics, yang dimulai pada tahun 2012, dan ditujukan untuk kembali menumbuhkan perekonomian Jepang dan terbebas dari deflasi.
Sebelumnya, program tersebut dipuji karena berhasil mencapai pertumbuhan jangka pendek. Pemerintah juga telah berjuang untuk menderegulasi lapangan kerja dan membuka beberapa sektor industri yang sangat dilindungi negara.