Sabtu 15 Aug 2015 12:58 WIB

Kebijakan Pembatasan Impor Jagung Diyakini Naikkan Harga Ayam

Rep: C21/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pedagang ayam memotong ayam di salah satu lapak penjualan ayam potong di Pasar Senen, Jakarta, Selasa (11/8).   (Republika/Agung Supriyanto)
Pedagang ayam memotong ayam di salah satu lapak penjualan ayam potong di Pasar Senen, Jakarta, Selasa (11/8). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Kebijakan pemerintah yang membatasi jagung impor akan berdampak pada harga ayam. Di pasaran sendiri, daging ayam naik dari harga Rp 45 ribu menjadi Rp 55 ribu.  

Menurut guru besar peternakan dan pangan IPB, Dwi Andreas, beberapa minggu lalu pemerintah menghentikan impor jagung. Rencananya ada pembatasan impor jagung masuk ke Indonesia sebanyak 1,35 juta ton.

Adapun yang sudah masuk sampai bulan Juli lalu, sebanyak 1.65 juta ton. "Rencananya total impor jagung untuk makan ternak sebanyak 13 juta ton," ujarnya kepada Republika, Sabtu (15/8).

Sehingga pangan ternak ayam kurang 1.35 juta ton. Kata Dwi kebijakan tersebut, diambil karena adanya peningkatan produksi jagung lokal sebanyak 1.65 juta ton.  

Namun menurut Dwi, hal tersebut baru perkiraan. Kebijakan tersebut, menurut Dwi segera mengenai industri pakan ayam atau pakan ternak. Sehingga harga makanan ternak ayam naik. Jadi langsung berimbas ke peternakan ayam, karena pangan ayam yang berkurang.

"Peningkatan harga ayam di pasaran belum meningkat drastis, namun akan terus naik," katanya.

Kalau sapi kemarin karena ada pembatasan stok sapi impor. Namun kalau ayam karena ada pembatasan impor jagung yang digunakan sebagai makanan ternak. Sehingga industri makan ternak berkurang, dan sudah tentu berpengaruh pada dampak harga ayam.

Kendati dampaknya belum rata, tapi dalam beberapa bulan ke depan dampaknya akan dirasakan nanti. Sedangkan dampak kebijakan itu akan lebih terasa pada beberapa bulan ke depan.

Perkiraan jagung lokal sendiri pada tahun ini sebanyak 21 juta ton, sedangkan tahun lalu 1.9 juta ton. Untuk tahun ini akan meningkat 1.2 juta ton.

"Ditakutkan tidak sesuai data yang ada," ungkapnya.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement