Kamis 06 Aug 2015 20:18 WIB

Soal Putusan MK, Anggaran APBN untuk OJK Dinilai Masih Perlu

Rep: Binti Sholikah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Wakil Ketua Otoritas Jasa Keuangan Rahmat Waluyanto (kedua kiri) menghadiri sidang putusan atas gugatan UU Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (4/8).    (Republika/Raisan Al Farisi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Wakil Ketua Otoritas Jasa Keuangan Rahmat Waluyanto (kedua kiri) menghadiri sidang putusan atas gugatan UU Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (4/8). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi telah menolak gugatan Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi Bangsa (TPKEB) mengenai UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

Dari tiga gugatan yang diajukan, MK hanya mengabulkan sebagian saja yakni mengabulkan sebagian permohonan penggugat menghapus frasa kata 'bebas dari campur tangan pihak lain' dan diganti menjadi independen yang dimuat dalam pasal 1 ayat 1. 

Permohonan gugatan yang dikabulkan MK yakni masalah pungutan atau anggaran OJK yang diberikan lewat APBN setiap tahunnya.  MK memandang harus ada batas waktu yang ditentukan DPR dan pemerintah serta OJK dalam pemberian anggaran. OJK diharapkan dapat menentukan batas waktu pemberian pungutan atau anggaran lewat APBN tersebut. 

Terkait dengan pungutan policy dan pendanaan OJK yang berasal dari APBN, secara khusus disebutkan pada saatnya nanti OJK dianggap telah mampu mendanai dirinya berdasarkan pungutan. 

Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Kusumaningtuti S Soetiono mengatakan, pada dasarnya menurut undang-undang disebutkan sumber anggaran OJK berasal dari APBN dan pungutan industri. Sehingga, sampai saat ini OJK berpatokan pada beleid tersebut. Tituk menyatakan, undang-undang juga menyebutkan OJK dalam mengambil pungutan harus memperhatikan kemampuan industri.

"Kemudian sedapat mungkin kalau industrinya sudah cukup pungutannya sesedikit mungkin menggunakan anggaran APBN. Itu kita jadikan filosofi basis dalam menyusun anggaran," jelasnya di Jakarta, Kamis (6/8).

Tituk enggan menyebutkan secara detail rincian pungutan industri saat ini. Dia juga belum bisa memastikan kapan OJK bisa bebas dari anggaran APBN. "Enggak sih. Andaikata suatu saat industri mengalami kesulitan untuk memenuhi pungutan, maka APBN perlu menyediakan kekurangan itu," tegasnya.

Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Rahmat Waluyanto mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak permohonan gugatan Tim Pembela Ekonomi Bangsa sebagai keputusan yang memperkuat landasan hukum OJK dalam kewenangannya mengatur dan mengawasi sektor jasa keuangan.

Menurutnya, dengan keputusan MK tersebut, semua tugas dan fungsi pokok OJK dikukuhkan sesuai amanat UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK. "OJK menjadi satu-satunya lembaga independen yang memiliki kewenangan pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan mulai dari perbankan, industri keuangan non bank, pasar modal serta bidang edukasi dan perlindungan konsumen," kata Rahmat Waluyanto, Selasa (4/8). 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement