REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menegaskan Indonesia tidak akan mengalami krisis meski nilai tukar rupiah nyaris menembus Rp 13.500 per dolar AS. Sebab, kondisi depresiasi nilaai tukar saat ini berbeda dengan yang terjadi saat krisis 1998.
"Sangat beda sekali (dengan krisis 1998). Tidak ada indikasi kita akan mengalami krisis," kata Bambang di kantornya, Jumat (31/7).
Saat krisis 1998, ujar Bambang, hanya rupiah yang melemah terhadap dolar AS Sementara sekarang, hampir semua mata uang di dunia terdepresiasi. Ini memang karena dolar yang menguat lantaran adanya spekulasi menjelang kenaikan suku bunga Amerika Serikat.
Selain itu, tingkat inflasi saat ini juga masih terkendali. Sementara dahulu, tingkat inflasi begitu liar. Ekonomi Indonesia pada krisis 1998 pun tumbuh negatif hingga 14 persen.
"Sekarang ekonomi masih tumbuh meski melambat. Jadi, fundamental ekonomi kita memang masih baik," ujarnya.
Pelemahan rupiah juga dianggap tidak akan menimbulkan risiko fiskal yang besar. Sebab, beberapa harga seperti harga minyak sedang mengalami penurunan sehingga nilai impor minyak tidak akan membengkak.
"Defisit anggaran kita jaga paling maksimal di angka 2,2 persen," kata Bambang.