REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Iman Sugema mengatakan realisasi investasi penanaman modal triwulan II 2015 yang sebesar Rp 135,1 triliun dan naik 16,3 persen dari capaian periode yang sama di 2014 yang sebesar Rp 116,2 triliun dinilai masih terlalu kecil.
"Kecil banget," ujarnya kepada Republika, Senin (27/7).
Ia menilai besaran realisasi investasi itu yang terpenting bagaimana rasionya terhadap Produk Domestik Bruto atau GDP. Apabila GDP-nya sekitar 12 ribu triliun, maka hasil yang dikeluarkan BKPM tersebut tidak signifikan. Jika sudah demikian, lanjut Iman, tidak usah terlalu jauh untuk membicarakan pencapaian target realisasi investasi di 2015.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mempertanyakan data yang dikeluarkan BKPM tersebut sebagai realiasasi investasi atau realisasi persetujuan investasi.
"Soalnya kalau realisasi investasi setahu saya sulit mengecek nilainya berapa," katanya.
Apabila yang dimaksud adalah realisasi persetujuan investasi, Enny menilai BKPM selalu mampu mencapai target karena animo yang ada sangat besar. Realisasi persetujuan investasi, kata dia dapat dilihat dari banyaknya investor yang berminat tanamkan modalnya.
Yang jadi persoalan, lanjutnya, problem realisasi investasi tidak semata-mata berada di BKPM, melainkan juga di pemerintah daerah, kementerian teknis, dan juga infrastruktur. Permasalahan lain, kata Enny terjadi lantaran porsi investasi yang melalui BKPM relatif kecil yakni hanya 20 persen.
Terkait melemahnya rupiah akan meningkatkan investasi yang masuk, Enny menilai hal itu tergantung pada modal yang datang dari luar negeri. Jika bahan baku, SDM, dan teknologi lokal yang digunakan maka akan menguntungkan.
"Kalau kebutuhan modal dari luar tinggi tetap saja tidak ada insentif terhadap depresiasi rupiah," tegas Enny.