REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Diversifikasi pangan perlu segera dimulai dan diagendakan langkah-langkahnya secara strategis oleh pemerintah. Sebab, masyarakat tak bisa terus-menerus menggantungkan pangan pada beras di tengah pesatnya pertumbuhan penduduk di tengah lahan sawah yang sempit.
"Diversifikasi itu mutlak, karena dengan penduduk yang terus naik, kalau menggantungkan pada padi, itu bahaya," kata Direktur Studi Pertanian Universitas Padjajaran (Unpad) Ronnie S. Natawidjaja dihubungi pada Senin (26/6).
Namun, kata dia, di dalam pelaksanaannya memerlukan kebijakan yang konsisiten. Jika pemerintah mengagendakan diversifikasi, maka pangan untuk masyarakat miskin di Irian itu bukanlah beras, tapi ubi. Begitu pun di Maluku. Jika ada bantuan pangan maka yang diberikan adalah sagu. Artinya, langkah yang dilakukan menyesuaikan dengan makanan pokok lokal dan tidak menerjemahkan pangan melulu beras.
Hal tersebut senada dengan bunyi undang-undang 18/2012 yang secara eksplisit telah menjelaskan soal esensi dari kedaulatan pangan. "Di sana disebutkan, esensi kedaulatan pangan itu adalah ketidaktergantungan pada satu jenis pangan tapi lebih menggantungkan pada pangan pangan lokal setempat," ujarnya. Maka dalam implementasinya, ia meminta pemerintah segera mengubah pola pikir "beras oriented" yang masih jadi tolak ukur keberhasilan pangan.