Rabu 16 Jul 2025 10:09 WIB

Isu Beras Oplosan, Guru Besar IPB Serukan Konsumen Cerdas

Penindakan ini untuk melindungi masyarakat sebagai konsumen.

Rep: Frederikus Dominggus Bata / Red: Gita Amanda
Pembeli mengecek kualitas beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Senin (14/7/2025). Masyarakat diimbau lebih waspada dalam membeli beras, hal ini menyusul temuan Kementerian Pertanian terkait 212 merek beras yang beredar di pasaran diduga melakukan pengoplosan, pelanggaran standar mutu, berat, hingga harga eceran tertinggi (HET).
Foto: Republika/Prayogi
Pembeli mengecek kualitas beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Senin (14/7/2025). Masyarakat diimbau lebih waspada dalam membeli beras, hal ini menyusul temuan Kementerian Pertanian terkait 212 merek beras yang beredar di pasaran diduga melakukan pengoplosan, pelanggaran standar mutu, berat, hingga harga eceran tertinggi (HET).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru besar IPB University, Edi Santosa, mengajak konsumen untuk lebih teliti saat berbelanja. Ini terkait polemik beras premium yang diduga dioplos sebelum dilepas di pasaran. 

Edi mendengar pemberitaan mengenai temuan stakeholder pangan perihal dugaan berbagai pelanggaran yang dilakukan produsen beras. Menurutnya, saat ini biarlah penegak hukum mengecek apakah ada unsur kesengajaan atau tidak. Fokusnya lebih pada pembeli.

Baca Juga

"Kepada konsumen, mari belajar menjadi konsumen yang cerdas, yang menghargai setiap rupiah yang kita keluarkan. Menjadi konsumen yang cerdas itu tidak sulit, kita perlu cek dan recek, kalau ada yang aneh bisa memberi masukan kepada produsen," kata Dosen IPB University ini kepada Republika, Rabu (16/7/2025).

Selain itu, ada hotline untuk keluhan. Kemudian lembaga untuk menyerap aduan konsumen juga tersebut. Semua fasilitas tersebut hendaknya digunakan.

Isu yang jadi sorotan yakni terkait dugaan adanya permasahan dari segi takaran, volume, hingga dijual di atas Harga eceran tertinggi (HET). Ini terkait beras premium. Menurut Edi, idealnya, sebuah produk, jika bermasalah atau cacat, dilepas atau ditarik lagi dari pasaran.

"Tanggung jawab penjual, dan rantai distribusi untuk menjaga kualitas barang yang dijual. Tugas penegak hukum untuk mengecek apakah ada unsur kesengajaan atau tidak. Kita setuju yang nakal diperingatkan, kalau masih membandel ya dilakukan tindakan agar tidak mengulangi lagi," ujarnya.

Di kesempatan terpisah, Kepala Badan Pangan Nasional (National Food Agency/NFA), Arief Pradetyo Adi turut berbicara mengenai isu beras premium ini. Ia melihat ada upaya pemerintah membenahi perberasan nasional dengan benar-benar memperhatikan aspek kualitas. Menurutnya langkah demikian diterapkan demi perbaikan tata niaga sektor tersebut.

Ia menegaskan, upaya penertiban ini dilakukan semata-semata guna melindungi konsumen. Arief meminta semua produsen mematuhi aturan. Bagi yang selama ini melakukan kesalahan, sudah diberikan waktu untuk perbaikan.

Kepala NFA mencontohkan dari segi takaran. Untuk yang kemasan 5 kilogram (kg) misalnya, harus seperti itu, tidak boleh menjadi 4,8 kg atau di bawahnya. Ia menyinggung aksi Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman yang mengumpulkan stakeholder pangan saat mengumumkan ratusan merek beras premium tak sesuai standar.

"Penindakan ini untuk melindungi masyarakat sebagai konsumen. Nanti silahkan membuktikan temuan pemerintah, kan setiap perusahaan punya QC (Quality Control). Ini untuk memperbaiki sistem, supaya jangan konsumen dapat beras yang tidak sesuai labelnya," kata Arief, dikutip  Rabu (16/7/2025).

Ia menerangkan pemerintah telah menetapkan persyaratan mutu dan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras. Harapannya para pelaku usaha mengimplementasikan ketetapan tersebut. Salah satu indikator pembeda antara beras medium dan premium adalah butir patah atau broken.

Standar mutu beras ini, jelas dia, sudah tertuang dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023. Dalam ketentuan itu, yang dimaksud beras kepala adalah butir beras dengan ukuran lebih besar dari 0,8 sampai 1 butir beras utuh. Sementara, beras patah adalah butir beras yang berukuran lebih besar dari 0,2 sampai lebih kecil 0,8 dari butir beras utuh.

Adapun kelas mutu beras premium yang telah ditetapkan antara lain memiliki butir patah maksimal 15 persen, kadar air maksimal 14 persen, derajat sosoh minimal 95 persen, butir menir maksimal 0,5 persen. Kemudian total butir beras lainnya (butir rusak, butir kapur, butir merah/hitam) maksimal 1 persen, butir gabah dan benda lain harus nihil.

"Apapun alasannya, kalau di packaging dilabeli beras premium, maksimal broken-nya harus 15 persen. Kadar airnya maksimal 14 persen, karena kalau konsumen dapat beras yang kadar airnya di atas 14 persen, itu nanti bisa cepat basi," ujar Arief.

Menanggapi isu beredarnya beras oplosan di masyarakat, Arief menegaskan pentingnya transparansi. Apalagi pemeritah baru saja melakukan intervensi. Jangan sampai ada pihak yang mencampurkan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Beras SPHP itu dijual dengan harga sesuai HET beras medium, tidak boleh dilepas dengan harga mendekati HET beras premium.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement