REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pemerintah melalui Bulog harus ambil peran sebagai pengendali pangan, di mana negara memiliki pasokan aman yang bisa dikeluarkan ketika barang pangan di pasar langka atau berharga tinggi. Dengan semangat kepemimpinan baru di bawah kepemimpinan Djarot Kusumayakti, Bulog bahkan bertekad menjadi penguasa transaksi pangan.
"Bulog harus mampu bertransaksi, agar gerakannya diikuti, bukannya dikendalikan tengkulak atau spekulan," kata Dirut Bulog Djarwo pada Selasa (16/6). Karenanya, ia pun menetapkan penyerapan beras petani sebanyak dua juta ton dalam dua bulan, dan empat juta ton hingga penghujung 2015.
Kendala kualifikasi persyaratan HPP untuk beras tak boleh jadi kendala. Sebab Bulog menyatakan siap membeli beras petani dengan harga komersial. Tentu, hal tersebut akan lebih lanjut dikoordinasikan dengan pemerintah agar tak menyalahi aturan. Upaya ini dilakukan untuk membuktikan bahwa Bulog hadir di tengah petani, ia ingin mengubah situasi, agar 90 persen beras petani tak lagi hanya dikuasai tengkulak.
"Bulog harus menjadi institusi yang pantas dihormati, karena bulog punya kemampuan, tolong dibantu dari rekan daerah, mulai dengan semangat baru," kata dia bersemangat. Namun, ditanya soal anggaran yang disiapkan, ia tak menyebutkan. Hanya mengatakan koordinasi antar lembaga akan diupayakan.
Nota kesepahaman pun dibentuk, melibatkan dinas pertanian di daerah. Sebab dalam menyerap beras, semua instansi dan masyarakat harus kompak. Misalnya, disepakati bahwa DKI dan Banten bertugas menyediakan beras 30 ribu ton untuk dibeli Bulog, Jabar sebanyak 250 ribu ton, Jateng 500 ribu ton, Yogyakarta 30 ribu ton dan Jatim 500 ribu ton. Perlakuan serupa diberlakukan untuk seluruh wilayah di Indonesia, menyesuaikan produksi mereka.