Selasa 26 May 2015 16:20 WIB

Larangan Bongkar Muat Turunkan Produksi Tuna

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Satya Festiani
Ikan tuna. Ilustrasi
Foto: Reuters
Ikan tuna. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Susi Pudjiastuti akhir tahun lalu mengeluarkan Peraturan Menteri No. 57/ 2014 tentang moratorium bongkar muat (transhipment) di laut. Aturan tersebut menyebabkan turunnya produksi ikan tuna hingga 60 persen.

"Bongkar muat  di laut sampai sekarang belum dibolehkan, bahkan moratoriumnya diperpanjang enam bulan ke depan. Pengaruhnya adalah hasil tangkapan menurun 60 persen," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI), Dwi Agus Siswa Putra dijumpai Republika di Nusa Dua, Bali, Selasa (26/5).

Produksi ikan tuna saat ini rata-rata 700-750 ton per hari, turun dari rata-rata sebelum moratorium diberlakukan sekitar 1.500 ton per hari. Dari 553 unit kapal yang beroperasi di Pelabuhan Benoa, Bali misalnya, hanya separuhnya yang beroperasi sebab kapal khusus bongkar muat tak bisa bergerak.

"Jika larangan ini terus dilanjutkan, maka kami mati suri," kata Dwi.

Asosiasi memahami tujuan kementerian untuk melindungi hasil tangkapan tuna di Indonesia, namun hendaknya tidak memberlakukan aturan yang sama untuk pengusaha pemilik kapal jenis longline. Alasannya, kapal bongkar muat jenis longline di Indonesia hanya berkapasitas di bawah 200 deadweight tons (DWT) dan tidak mungkin bisa menyelundupkan hasil tangkapan ke luar negeri. Oleh sebabnya Dwi berharap pemerintah segera mengeluarkan petunjuk teknis PermenKP 57 untuk wilayah tertentu.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Gellwyn Jusuf mengatakan moratorium bongkar muat hasil tangkapan di laut bertujuan untuk memastikan produk ikan nasional tak dibawa secara ilegal ke luar negeri. Saat ini pihaknya sedang menunggu data terkait dari asosiasi.

"Moratorium ini masih berlanjut, belum akan dicabut," ujarnya.

Kementerian masih melakukan observasi terhadap kapal-kapal yang ada, seperti kapal yang izinnya belum diperpanjang, kapal yang operasinya mengandalkan aktivitas bongkar muat di laut, dan kapal yang mengoperasikan alat tangkap terlarang. Harapannya, data-data tersebut sudah selesai dalam dua bulan ke depan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement