Senin 18 May 2015 11:19 WIB

Ogah Gagal, Ini Rencana Pemerintah untuk Food Estate di Merauke

Rep: Sonia Fitri/ Red: Satya Festiani
Beras
Foto: Prayogi/Republika
Beras

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak mau mengulangi kegagalan dalam membuka food estate di wilayah bagian Timur Indonesia, Kementerian Pertanian (Kementan) ingin lebih mengoptimalkan koordinasi antarlembaga serta koordinasi dengan masyarakat adat. Sebab, penyebab kegagalan proyek food estate di masa lampau diakui banyak disebabkan urusan sengketa tanah dengan masyarakat setempat.

"Dulu tidak berhasil itu karena masalah ulayat yang tidak kunjung selesai, tapi soal kualitas tanah dan potensi itu sama sekali tidak bermasalah, kita banyak belajar dari pengalaman," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementan Haryono dalam konferensi pers pekan lalu.  

Maka, mengarah pada keberhasilan pelaksanaan, yang terpenting menurutnya saat ini adalah pengurusan izin dan pengaturan kompensasi yang adil kepada masyarakat adat pemilik tanah ulayat. Ia berkali-kali menyebut soal sinergi dan harmoni antara pemerintah pusat, pemprov, pemkab, dan masyarakat yang menjadi faktor terpenting keberhasilan. Namun, ditanya soal anggaran yang telah habis untuk proyek food estate yang gagal di masa lalu, Haryono mengaku tak pegang datanya. "Kita kalau mau maju jangan menoleh ke belakang, tatap ke depan setelah belajar dari pengalaman," tegasnya.

Sebelumnya, Kementan akan membuka lahan seluas 250 ribu hektare di Merauke Irian Jaya pada 2015 guna mengoptimalkan lahan serta menyediakan pangan nasional. Jenis lahan yang tersedia berupa rawa yang diyakini sebagai lahan sub optimal untuk kemudian dengan mengerahkan teknologi dan mekanisasi pertanian, lahan tersebut bisa menjadi optimal untuk memasok beras nasional.

"Sejak tanggal 8 Mei kita sudah melakukan pemantauan dan koordinasi, situasinya ada potensi 1,2 Juta hektare di Merauke yang flat dan akan dioptimalkan, tahun knj 250 ribu dulu," lanjut Haryono. Ia optimis, ketika food estate berhasil, dibarengi ketersediaan benih unggul yang sudah tersedia, maka sumbangsih produksi padi bertambah hingga 1,5 juta ton dalam sekali panen, dan akan menjadi dua kali lipatnya dalam setahun jika penen dua kali.  

Diceritakannya, lahan tersebut berbasis lahan pasang surut dengan kondisi air yang bagus. Di sana terdapat 160 kampung di mana seratus kampung merupakan penduduk lokal. Mereka sudah mengetahui budaya tanam padi dan bisa menggunakan alat pertanian berbasis teknologi baru Makanya Haryono optimis akan dapat juga mengembangkan ekonomi masyarakat.

Dengan demikian, penanaman padi di sana tak akan menggusur pertanian lokal. Pihaknya juga menjamin bahwa masyarakat lokal akan dilibatkan dalam pengembangan dan pengelolaan food estate. "Mereka akan jadi bagian dari inti plasma. Tidak akan full mekanisasi, tetap penduduk lokal kita libatkan," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement