REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama ini, persoalan pengembangan energi baru terbarukan seolah bukan prioritas pemerintah. Namun ke depan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menjanjikan ke depan pemerintah akan berfokus pada pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT).
"Saya kira kita ke depan harus menempatkan EBT sebagai mainstream," kata Sudirman, Selasa (14/4).
Selama ini, Sudirman mengakui bahwa persoalan EBT seolah hanya dijadikan lampiran dalam rencana pengembangan energi nasional. Sudirman juga merasa stafnya yang mengurusi bidang energi baru terbarukan justru dia anggap kurang bersemangat. Apa yang disusun Dewan Energi Nasional pun diakuinya tidak terasa.
Sudirman menceritakan ketika Kementerian ESDM mendapatkan tambahan anggaran sekitar Rp 5 triliun dalam APBN Perubahan 2015, dia bertanya pada direktorat bersangkutan (EBTKE) kemungkinan anggaran itu untuk pengembangan EBT dan konservasi energi.
"Mereka malah bilang nanti setelah untuk minyak, gas, dan lainnya. Jadi cara dia ngurus budget juga masih agak malu-malu," kata Sudirman.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla mengatakan, pemerintah perlu mendorong diversifikasi energi, dari EBT. Salah satu caranya yaitu Kalla mengaku sudah memberikan surat keras kepada Sudirman Said untuk menetapkan harga pembelian listrik dari pembangkit mini-hydro lebih tinggi dari pembangkit listrik hydro skala besar.
"Mini-hydro harus dikasih harga lebih baik dari pembangkit hydro besar, karena mini-hydro yang membangun UKM-UKM," kata Kalla.
Kalla lebih lanjut mengatakan, keputusan ini bukan berarti pemerintah ingin menambah beban masyarakat dengan menaikkan harga listrik dari mini-hydro. "Kita justru ingin mengurangi beban yang tidak perlu (mahalnya BBM)," kata dia.
Kalla pun mencontohkan, sangat disayangkan saat ini listrik dari pembangkit rakyat dihargai sangat rendah hanya sekitar 5 sen dollar AS per KWh. Sementara, listrik dari PLTA besar di Serawak dihargai sampai 9 sen dollar AS.