REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai layanan Whistle Blowing System (WBS) yang telah diluncurkan pada 2013 belum efektif. Sehingga OJK meluncurkan layanan WBS kembali dengan berbagai pembenahan.
Ketua Dewan Audit OJK Ilya Avianti mengatakan, sejak layanan WBS aktif pada 2013, pemanfaatan oleh masyarakat kurang maksimal. Sebab, OJK hanya menerima 6-7 pengaduan sampai sekarang. Bahkan, laporan tersebut kurang substansial sehingga belum bisa ditindaklanjuti. Kebanyakan aduan tersebut soal produk bukan soal karyawan OJK. Padahal pengaduan produk seharusnya dilakukan melalui layanan call center.
"Pengaduan di WBS sedikit tapi aduan kepada petinggi OJK banyak. Supaya bisa ditindaklanjuti, maka kita buat WBS yang lebih baik, ada perbaikan sistem. Ada mekanisme pengelolaannya, kemudian kita review kenapa kemarin enggak efektif," jelas Ilya kepada wartawan seusai relaunching WBS di Jakarta, Selasa (31/3).
Diperkirakan, pengadu merasa kurang nyaman dengan sistem layanan tersebut serta sulit masuk sistem WBS OJK. Sehingga, diputuskan WBS saat ini dikelola oleh pihak ketiga yakni konsultan.
Menurutnya, WBS dengan pengendalian gratifikasi adalah komitmen OJK agar para pejabat OJK dalam melaksanakan tugasnya terhindar dari praktek-praktek fraud, dan korupsi yang berawal dari gratifikasi. WBS tersebut menghimpun informasi-informasi dari stakeholdr, bisa pengaduan dari industri jasa keuangan atau masyarakat, tentang praktek-praktek yang tidak sesuai dengan aturan yang dilakukan oleh pejabat dan pegawai OJK.
OJK akan melihat pengaduan dari industri atau masyarakat yang agak kecewa dengan pelayanan pejabat OJK dalam rangka pengaturan dan pengawasan industri jasa keuangan.
"Jadi konsumen atau masyarakat yang melapor aman, dilindungi, boleh anonim, yang penting substansinya apa. Tidak terlalu penting nama orang, siapa yang dilaporkan akan ketemu pada akhirnya," terangnya.
Ilya menambahkan, jika diketahui pejabat yang dilaporkan bersalah akan dikenai sanksi tergantung kesalahan dan pelanggarannya. Sebab, OJK punya komite etik di level manajemen dan governance. Jika perbuatan tersebut melawan hukum dan pidana akan diteruskan ke penegak hukum.