Rabu 25 Mar 2015 22:23 WIB

Indonesia Alami Perlambatan Kredit Terburuk Dalam Sembilan Tahun Terakhir

Rep: C15/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pertumbuhan Kredit Properti Stagnan: Suasana pembangunan gedung bertingkat di kawasan Cawang, Jakarta, Selasa (10/2).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Pertumbuhan Kredit Properti Stagnan: Suasana pembangunan gedung bertingkat di kawasan Cawang, Jakarta, Selasa (10/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank milik pemerintah memutuskan untuk mengandalkan proyek infrastruktur pemerintah untuk menghidupkan kembali pertumbuhan kredit yang mulai lesu. Keputusan ini diambil mengingat bank juga mengambil kebijakan untuk mengurangi jalur kredit untuk sektor komoditas yang beresiko.

Atas sikap yang hati-hati tersebut, Reuters mencatat pertumbuhan laba dari kredit pinjaman tersebut menjadi 4,5 persen. Reuters mencatat angka ini merupakan kondisi yang paling lemah dalam kurun waktu sembilan tahun terakhir.

Analis Thomson Reuters menyebut ada lima belas bank di Indonesia yang mengalami penurunan laba semenjak diberlakukan kebijakan memotong kredit. Lima belas bank tersebut antara lain PT.Bank Mandiri, PT. Bank Central Asia dan PT. Bank Rakyat Indonesia.

Proyek infrastruktur yang sedang direncanakan oleh pemeritah kemudian disambut baik oleh para bank. Sebab, menurut Analis Perbankan Indonesia, Teguh Hartanto menilai proyek ini akan membantu pertumbuhan kredit pada semester kedua 2015.

"Namun bisa juga mengkhawatirkan jika proyek tersebut ternyata ditunda atau dibatalkan, maka pertumbuhan kredit tahun ini tidak akan mencapai 14 persen," tambah Teguh seperti dilansir Reuters, Rabu (25/3).

Pertumbuhan pinjaman yang melambat ini memang sudah terjadi sejak tahun lalu. Dibandingkan 2013 dan 2014 pertumbuhan menjadi 11,6 persen. Hal ini menjadi kontras ketika adanya kenaikan 12,3 persen dana pihak ketiga termasuk deposito bank. Padahal selama ini pertumbuhan kredit cenderung lebih tinggi ketimbang pertumbuhan deposito.

Akhir tahun 2013, Bank Indonesia memutuskan untuk mengeluarkan kebijakan kepada seluruh bank di Indonesia untuk mengurangi eksposur mereka ke perusahaan komoditas karena permintaan ekspor yang menurun. Hal ini juga didukung dengan semakin lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar sehingga memotong permintaan kredit korporasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement