Selasa 24 Feb 2015 23:58 WIB

Pemisahan Ditjen Pajak Harus Dipersiapkan Dengan Matang

Rep: Satria Kartika Yudha/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas membantu mengisikan SPT Tahunan secara e-Filing di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Jumat (22/2).   (Republika/Wihdan Hidayat)
Petugas membantu mengisikan SPT Tahunan secara e-Filing di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Jumat (22/2). (Republika/Wihdan Hidayat)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemisahan Direktorat Jenderal Pajak dari Kementerian Keuangan harus disiapkan dengan benar. Jika tidak, pemisahan ini tidak akan bermanfaat untuk menggenjot penerimaan negara.

Peneliti Indef (Institute for Development of Economics dan Finance) Nailul Huda mengatakan salah satu hal yang harus disiapkan adalah mengenai sumber daya manusia (SDM).  Saat ini, ungkap dia, Indonesia hanya memiliki 31,7 ribu pegawai pajak.

Dengan penduduk sebanyak 237,6 juta jiwa, jumlah pegawai tersebut sangat kecil karena rasio antara pegawai dengan penduduk 1:7.468.  "Kasarnya, satu pegawai pajak harus mengurusi 7.468 penduduk. Namun tentu, tidak semua penduduk sudah tergolong  sebagai wajib pajak," kata Huda, Selasa (24/2).

Rasio tersebut berbeda jauh dengan sejumlah negara lainnya. Malaysia misalnya, rasionya diketahui 1:2.860. Sementara di negara Eropa seperti Jerman, rasionya mencapai 1:742.

Selain masalah SDM, Ditjen Pajak juga perlu memperbaiki basis data. Selama ini, basis data masih berdasarkan data pusat lalu digunakan oleh daerah. Padahal, daerah yang justru mengetahu potensi pajak di wilayahnya. Kemudian, basis data juga belum terintegrasi dengan kartu tanda penduduk (KTP) atau data kependudukan lainnya.

"Bisa dibilang bahwa basis data perpajakan di Indonesia masih kacau balau. Kalau belum diperbaiki, pemisahan Ditjen Pajak diragukan manfaatnya," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement