Rabu 14 Jan 2015 06:51 WIB

Harga Minyak Turun Ketingkat Terendah Sejak 2009

Pekerja menjaga kilang minyak di Basra, Iraq.
Foto: AP
Pekerja menjaga kilang minyak di Basra, Iraq.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak kembali mengalami penurunan hingga mendekati tingkat terendam sejak enam tahun terakhir. Hal ini diduga karena OPEC menegaskan untuk tidak memangkas produksi mereka meskipun pasokan berlimpah dan harga jatuh.

Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Februari, turun 18 sen menjadi menetap pada 45,89 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, penutupan terendah sejak 11 Maret 2009 ketika berakhir pada 42,33 dolar AS. Kontrak telah diperdagangkan di bawah 45 dolar AS pada awal sesi.

Di London, minyak mentah Brent untuk pengiriman Februari, patokan internasional kontrak berjangka, berakhir pada 46,59 dolar AS per barel, turun 84 sen dari Senin, ketika Brent ditutup di bawah 50 dolar AS untuk pertama kalinya sejak April 2009.

WTI dan Brent merosot lebih dari dua dolar AS per barel pada Senin, setelah bank investasi Goldman Sachs menurunkan proyeksi harga minyak mentah.

"Anggota OPEC yang belakangan menekan pasar adalah UAE, mengatakan bahwa anggota OPEC dapat bertahan dari penurunan minyak mentah, dan bahwa pengebor 'shale' (minyak serpih) AS akan menjadi yang pertama untuk mengurangi produksinya," kata Matt Smith dari Schneider Eleanctric.

"Hal ini menambah bahan bakar ke api setelah kemarin dilanda aksi jual, dan dolar yang lebih kuat serta potensi penumpukan stok minyak mentah dari laporan persediaan mingguan AS besok mendorong aksi jual lagi," katanya lagi.

Uni Emirat Arab mengatakan pada Selasa bahwa kartel tidak bisa menghentikan jatuhnya harga minyak dunia, dan menyerukan pemotongan produksi minyak serpih yang sedang "booming" di Amerika Serikat.

Para analis mengatakan bahwa anggota kartel kaya, seperti UAE dan Arab Saudi, telah siap menerima jatuhnya harga minyak dengan harapan bahwa itu akan memaksa biaya produksi minyak serpih lebih tinggi dari harga pasar.

"Kami tidak bisa terus melindungi harga tertentu. Kami telah melihat kelebihan pasokan, datang terutama dari minyak serpih, dan itu perlu dikoreksi," kata Menteri Energi UAE Suhail al-Mazrouei, kepada peserta Gulf Intelligence UAE Energy Forum di Abu Dhabi.

Menteri Perminyakan Kuwait Ali al-Omair memperkirakan situasi ini akan berlanjut sampai surplus di pasar dapat diserap dan ekonomi dunia membaik. Harga minyak dunia telah merosot hampir 60 persen sejak Juni karena pasar menghadapi pasokan berlimpah, ketakutan permintaan dan dolar kuat dalam ekonomi global yang tersendat.

Kemerosotan harga minyak kian cepat pada November ketika Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), yang menyediakan sekitar 30 persen dari pasokan global, mempertahankan pagu produksi 30 juta barel per hari. Harga minyak juga turun di tengah spekulasi bahwa stok minyak AS pekan lalu akan meningkat.

Badan Informasi Energi AS (EIA) dijadwalkan akan merilis laporan yang menunjukkan persediaan minyak mentah AS dalam pekan yang berakhir 9 Januari kemungkinan naik menjadi 384,1 juta barel, menurut survei Bloomberg.

EIA memperkirakan bahwa harga minyak Brent akan mencapai rata-rata 58 dolar AS pada 2015 dan 75 dolar pada 2016, dengan rata-rata harga tahunan minyak mentah AS diperkirakan tiga sampai empat dolar di bawah Brent.

Produksi minyak mentah AS diperkirakan mencapai rata-rata 9,3 juta barel per hari pada 2015. Total produksi minyak mentah AS rata-rata diperkirakan 9,2 juta barel per hari pada Desember lalu. Harga minyak anjlok pada Senin karena bank-bank investasi AS termasuk Goldman Sachs Group menurunkan perkiraan harga mereka.

Kapasitas penyimpanan dan tanker yang kelebihan menunjukkan pasar dapat mengalami surplus lebih lama daripada di masa lalu, sehingga minyak pada sekitar 40 dolar AS diperlukan untuk memperlambat produsen-produsen AS, analis Goldman, Jeffrey Currie mengatakan dalam sebuah laporan pada Senin.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement