REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak mentah berjangka turun pada akhir perdagangan Kamis atau Jumat (9/6/2023) pagi WIB, di tengah laporan kemungkinan kesepakatan nuklir antara Iran dan Amerika Serikat. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli kehilangan 1,24 dolar AS atau 1,71 persen, menjadi menetap di 71,29 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Agustus merosot 0,99 dolar AS atau 1,29 persen menjadi menetap di 75,96 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Amerika Serikat dan Iran hampir mencapai kesepakatan sementara, yang memungkinkan Iran mengekspor 1 juta barel minyak setiap hari, menurut sebuah laporan oleh situs berita yang berbasis di London, Middle East Eye, Kamis (8/6/2023).
Minyak turun lebih dari tiga dolar AS di tengah laporan bahwa AS akan memberikan keringanan sanksi kepada Iran untuk mengekspor minyak dengan imbalan Teheran mengurangi pengayaan uranium, tetapi memangkas sebagian dari kerugiannya setelah pihak AS mengatakan berita itu "salah dan menyesatkan."
"Jika tidak ada kesepakatan Iran maka kami kembali ke tempat kami sebelumnya, lebih fokus pada permintaan bahan bakar," kata John Kilduff, partner di Again Capital LLC di New York.
Minyak gagal menembus kembali ke kisaran yang diperdagangkan antara Desember 2022 dan Maret 2023 meskipun ada pemotongan produksi lebih lanjut dari Arab Saudi. "Ketahanan ekonomi sekarang sangat mengesankan, tetapi semakin lama bertahan, semakin akan dipenuhi dengan suku bunga yang lebih tinggi yang pada akhirnya dapat menghasilkan hard landing yang lebih sulit," ungkap analis pasar senior di OANDA, Craig Erlam.
Harga minyak bisa terangkat jika Federal Reserve AS melewatkan kenaikan suku bunga pada pertemuan berikutnya pada 13-14 Juni, kata Tamas Varga dari broker PVM.